Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Takwil Karya Imam al-Baidhawi
![]() |
sumber abebooks.com |
Al-Qur’an adalah petunjuk hidup bagi
kaum Muslim yang senantiasa menjadi sumber inspirasi dan petunjuk dalam
menjalani kehidupan. Untuk memahami makna dan pesan yang terkandung didalamnya,
maka diperlukan tafsir atau penafsiran yang komprehensif dan akurat. Adapun
tafsir adalah sebuah penafsiran yang dilakukan oleh seseorang terhadap Al Qur’an
menggunakan berbagai bentuk, corak dan metode yang bertujuan untuk menguraikan
makna yang terkandung di dalam Al Qur’an.
Diantara karya tafsir yang dikaji
oleh kalangan umat Islam adalah kitab Tafsir yang bernama Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil atau dikenal dengan tafsir al
Baidhawi. Kitab ini ditulis oleh imam Al Baidhawi sehingga kitab ini biasa
dikenal sebagai Tafsir Al-Baidhawi Sebagian ulama menganggap karya tafsir ini
sebagai ringkasan dari karya tafsir yang sudah ada sebelumnya, seperti kitab
tafsir dari Zamakhsyari yaitu al-Kasysyaf dan karya dari al-Razi yaitu Mafatihul
Ghaib. Tafsir Al Baidhawi menyampaikan penafsirannya dengan bahasa yang singkat
dan padat.
Biografi Al-Baidhawi
Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id
Abul Khair Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ali al Baidhawi asy Syirazi.
Beliau dilahirkan di al baidha’ yang berada di daerah Iran. Al-Baidhawi bermazhab
Syafi’i dan beraqidah Asy’ari.
Imam al-Baidhawi hidup Ketika
keadaan politik sedang tidak stabil. Pada masa itu, Sultan Abu Bakar yang menjabat
sebagai penguasa tidak memiliki cukup kekuatan dalam membentuk suatu masyarakat
dengan tatanan yang baik. Lemahnya kedudukan hukum, pejabat, dan penguasa yang
memiliki perilaku hedon mendorong Al-Baidhawi mundur dari kedudukannya sebagai
hakim Agung. Campur tangan dari para penguasa terhadap lembaga peradilan menjadi
kegelisahan tersendiri baginya. Ia khawatir akan diperintah untuk berfatwa
tentang sesuatu yang bertentangan dengan syariat islam.
Alasan lain yang mendorong Al
Baidhawi mengundurkan diri karena ia mendapat nasehat dari gurunya, yaitu syaikh
Muhammad bin Muhammad al-Khatai untuk tidak ikut campur dengan lembaga hukum. Setelah
ia mundur dari jabatannya, Al-Baidhawi melakukan perjalanan ke Tabriz dan
berguru kepada ulama setempat. Beliau ikut serta dalam sebuah majlis ilmu milik
ulama besar setempat. Disitu kehebatan beliau diakui oleh banyak para pembesar,
bahkan mereka memberikan banyak pujian kepada beliau.
Kota Syiraz merupakan tempat ia
menetap dan di sanalah beliau mulai menulis karya tafsirnya hingga wafat.
Sejarah dan Latar Belakang Penulisan
Imam al-Baidhawi
menulis kitab tafsir yang berjudul Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil,
yang biasa dikenal dengan Tafsir Al-Baidhawi. Kitab tafsir ini merupakan satu
dari sekian banyak kitab tafsir yang popular dengan edisi cetakan pertama yang diterbitkan
di Bombay, India pada tahun 1271 H. Edisi cetakan selanjutnya diterbitkan oleh
penerbit Darul Kutub al-‘ilmiyah, Beirut pada tahun 1408 H/1988 M. Kemudian
dicetak kembali pada tahun 1410 H oleh penerbit Mu’assah al-A’lami. Kitab ini
tidak begitu tebal akan tetapi memiliki manfaat yang besar, bagus uslub-nya,
dan indah dalam pengungkapannya. Pada jilid pertama kitab tafsirnya, terdapat
pengantar singkat yang menjelaskan pandangan Imam al-Baidhawi mengenai Al Qur’an
beserta alasan dibalik penulisan tafsir beliau.
Pada bagian
pendahuluan, Imam Al-Baidhawi menulis: “Sudah lama saya memiliki niat untuk menyusun
sebuah buku yang memuat atsar para sahabat,
tabi’in, dan para salaf salih. Buku ini juga mencakup kajian mendalam yang dirangkum
dari para ulama muta’akhkhirin. Serta pembahasan mengenai qira’at yang diambil
dari imam qira’at yang terkenal.”
Beliau juga
memberikan komentar di bagian akhir jilid empat, setelah menafsirkan surah
al-Nisa’:
“Para ahli tafsir
telah sepakat bahwa kitab ini mengandung banyak manfaat, berbeda dari kitab
tafsir lainnya, karena mencakup ringkasan pendapat dari para ulama dan para
tokoh. Kitab ini mengungkapkan keajaiban struktur ayat dengan pembahasan yang ringkas
namun memperjelas pemahaman, serta penjelasan yang bebas dari kesesatan. Saya
memohon kepada Allah semoga kitab ini akan dapat bermanfaat untuk siapa saja
yang mempelajarinya. Semoga usaha ilmiah ini menjadi tabungan amal salih bagi
penulis”.
Karya tafsir al-Baidhawi dikenal
dengan penjelasannya yang singkat dan padat, menyampaikan pemikiran yang
mendalam dari sisi nahwu dan i’rab, fiqh dan ushul fiqh, qira’at, dan isyarat-isyarat
yang terkandung pada ayat, Ia juga membedakan antara tafsir dan takwil berdasarkan
kaidah bahasa dan syariat (hukum islam). Didalam muqoddimahnya juga dijelaskan
secara ringkas.
Metode dan Corak Penafsiran
Sebagaimana karya tafsir pada
umumnya, Tafsir al Baidhawi ditulis dengan metode tahlili yaitu penafsiran Al Qur’an
berdasarkan urutan surat yang terdapat di mushaf, dimulai dengan surat
al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas. Mashadir tafsir yang digunakan al
Baidhawi berupa ayat Al Qur’an itu sendiri, hadis-hadits Nabi, riwayat dari
para sahabat nabi dan tabi’in, dan juga pendapat para ulama generasi sebelum
beliau.
Imam al-Baidhawi memperkuat analisis
dalam penafsiran nya dengan penjelasan tata bahasa dan qiraat. Ia juga sangat
meminimalisir penggunaan riwayat israiliyyat. Maka apabila Al-Baidhawi
mencantumkan kisah tersebut, Ia menyebutkannya dengan memakai redaksi shigah
majhul berupa kata ‘diriwayatkan’ atau ‘dikatakan’. Kedua redaksi tersebut Menurut
adz-Dzahabi mengindikasikan bahwa al-Baidhawi mengisyaratkan tentang lemahnya
kualitas kisah-kisah israiliyyat yang Ia cantumkan.
Adapun sistematika yang digunakan Imam
Al Baidhawi dalam menafsirkan al-Qur’an, sebagai berikut:
1. Memulai penafsiranya dengan menjelaskan makkiyah dan madaniyah serta
jumlah ayat pada surah tersebut.
2. Menafsirkan makna ayat per ayat dari sisi kebahasaannya, baik
dengan hadis maupun qiraat. Pendekatan bahasa banyak kita dapati dari penafsiran-penafsiran
beliau. Pada bagian ini, ia menjelaskan kosa kata yang masih kurang jelas,
menjelaskan munasabah kata, dan terkadang menjelaskan kedudukan suatu kata
dalam struktur kalimat. Al Baidhawi melakukan ini guna mengurai makna.
3.
Hampir di setiap akhir surat dalam karya tafsirnya, ia menukilkan
berbagai hadis yang membahas tentang keutamaan surah tersebut.
Salah satu bagian yang penting dalam
karya tafsir ini ialah beliau banyak menafsirkan Al Qur’an dengan munasabah
ayat. Imam al-Baidhawi menafsirkan ayat menggunakan munasabah yaitu menghubungkan
suatu kata pada ayat yang ditafsirkan menggunakan ayat lain yang berada di
surat yang sama, atau memaknai ayat yang sedang ditafsirkan dengan cara merujuk
pada ayat atau surat lain yang ada di dalam al-Qur'an. Dalam penafsirannya,
tidak hanya menggunakan tujuh qir’at (qira'ah sab'ah), yaitu bacaan Al Qur’an
yang dinisbatkan kepada imam yang berjumlah tujuh yaitu : ‘Ashim, Abu ‘Amir, Ibnu
Katsir, Hamzah, Nafi’, al-Kisa’i, dan Ibnu Amir. Al Baidhawi juga menukil
bacaan yang diriwayatkan dari ahli qira’at yang lain, seperti Abu Bakar, Ya’qub
al-Hadlrami dan lain-lain di mana riwayat-riwayat ini merupakan riwayat syadzah.
Tafsir al Baidhawi merupakan satu dari
sekian banyak karya tafsir yang memadukan dua metode penafsiran yaitu bil Ma’tsur
(riwayat) dan bir Ra’yi (ijtihad). Ia tidak hanya memasukkan hadits dan atsar
dalam upaya menafsirkan al-Qur’an, ia juga berijtihad dalam menjelaskan lebih
lanjut hasil dari analisanya. Model penafsiran yang dipadukan ini dinilai bisa
mempermudah dalam memahami petunjuk yang terkandung di dalam Al Qur’an, karena yang
menafsirkan tidak hanya mengutip pendapat yang sudah ada, tetapi juga memperkuatnya
dengan hasil ijtihad dan analisanya sendiri.
Contoh Penafsiran Imam Al-Baidhawi
Contoh penafsiran dalam QS. al-Baqarah ayat 30:[14]
Contoh penafsiran al-Baidhawi dapat ditemukan
dalam QS.al An’am ayat 161-163 yaitu:[15]
قُلْ اِنَّنِيْ هَدٰ ىنِيْ رَبِّيْٓ اِلٰى
صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ دِيْنًاقِيَمًامِّلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا وَمَاكَانَ
مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ ﴿١٦١﴾ قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ ﴿١٦٢﴾ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَبِذٰلِكَ
اُمِرْتُ وَاَنَاْاَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ ﴿١٦٣﴾
Artinya: Katakanlah (Muhamad)
"Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama
yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang
musyrik." (161) Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya sholatku, ibadahku,
hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam, (162) tidak ada
sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama berserah diri (muslim)." (163).
[1] Ahmad
Yusuf, “Epistemologi Penafsiran Surat Al-Fātiḥah Menurut Imam Al-Ghazali Dalam
Kitab Jawāhir Al-Qur’ān,” n.d.
[2] Nina
Karlina, “Metode Dan Corak Tafsir Al-Baidhawi (Studi Analisis Terhadap Tafsir
Anwār al-Tanzil Wa Asrār al-Ta’wil),” 2011.
[3] Hakim A Husnul et al., Ensiklopedi Kitab-Kitab
Tafsir (Jakarta: eLSiQ Tabarakarrahman, 2019). H. 128
[4] Hadi Yasin, “Sisi Balaghah Dalam Tafsir
Al-Baidhawy,” Tahdzib Al-Akhlaq: Jurnal Pendidikan Islam, 2020,
41–61.
[5] Husnul et al., Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir.
H. 129
[6] R
Edi Komarudin et al., “Tafsir Imam Al-Baidhawi Dalam Persfektif Hermeneutik,”
2016.
[7] Husnul et al., Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir.
H. 130-131
[8] Dr. Muhammad al-Sayyid Husain al-Dhahabi, Al-Tafsir
Wa al-Mufassirun (Darul Hadits, 2012).
[9] Ade Jamarudin, “Tafsir Al-Baidlawi: Kitab Induk
Di Berbagai Kitab Tafsir,” Jurnal Ushuluddin XVII (January 2011): h. 66–79.
[10] al-Dhahabi, Al-Tafsir Wa al-Mufassirun.
H. 70
[11] Fathurrosyid, “Melacak Orisinalitas Tafsir Karya Al-Baidlawi Dalam Tafsir Anwar Al-Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil Jurnal Instika Guluk - Guluk Sumenep,” Mafhum: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 1 (2016): 59–62, https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/mafhum/article/view/223/146.
[12] Khoirul Umami Elmia Zarchen Haq, “Telaah Kitab Tafsir Bercorak Lughawi Di Abad Pertengahan,” Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 2, no. 1 (2022): 58–59, https://doi.org/10.57163/almuhafidz.v2i1.28.
[13] Ulva Lukmanul Hakim Vera Siska, “Mengenal Tafsir Anwar Al-Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil Karya Imam Al-Baidhawi,” Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 2014, 1–15.
[14] Andi Miswar, “Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Pada Abad Ke Vii H,” Rihlah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan 5, no. 1 (2017): 115–16, https://doi.org/10.24252/rihlah.v5i1.3187.
[15] Andi Miswar, “Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Pada Abad Ke Vii H,” Rihlah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan 5, no. 1 (2017): 115–16, https://doi.org/10.24252/rihlah.v5i1.3187.
Pembimbing:
Komentar
Posting Komentar