Tafsir Al-Fatihah (ayat 3) - TERLENGKAP
3-الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Kata
(الرَّحْمَنِ)
dan (الرَّحِيمِ)
merupakan nama-nama Allah yang agung. Di dalam al-Qur`an kata ar-Rahmaan
diulang sebanyak 57 kali, sedang kata ar-Rahiim diulang sebanyak 95
kali. Menurut pakar
bahasa Ibnu Faris (w.395 H). Semua kata yang terdiri dari ra`-ha`-mim
mengnadung makna kelemah lembutan, kasih sayang dan kehalusan. Hubungan silaturrahim
adalah hubungan kasih sayang.
Dan rahim
adalah kandungan yang melahirkan kasih sayang. Hubungan kerabat dinamai rahim,
karena kasih sayang yang terjalin antar anggotanya. [1]
Sebagian
pendapat mengatakan bahwa kata ar-Rahmaan tidak memiliki asal kata. Ini
terbuki bahwa kata tersebut tidak dikenal oleh orang-orang musyrik Qurasy.
Mereka mempertanyakan siapa itu ar-Rahmaan (Qs. Al-Furqon: 60). Begitu
pula ketika Rasulullah saw memerintah menulis Basmalah, delegasi kafir Qurasy
menolak dengan mengatakan, “Kami tidak mengenal بسم
الله الرحمن الرحيم tetapi tulislah باسمك
اللهم (dengan
nama-Mu Ya Allah)”.
Namun menurut kebanyakan ulama, kedua kata tersebut memiliki asal kata dasar
yang sama yaitu (رحمة) . Dengan alasan bahwa
wazan (timbangan) kata tersebut dikenal oleh bahasa Arab. Rahmaan
setimbang dengan fa`lan (فعلان) sedangkan Rahiim
setimbang dengan (فعيل). Timbangan (فعلان) biasanya menunjukkan kepada kesempurnaan
atau kesementaraan sedangkan (فعيل)
menunjukkan kesinambungan dan kemantapan. Sebab itulah kata Rahmaan
tidak memiliki jama` (prular) karena kesempurnaannya dan tidak ada yang pantas
dinamai oleh Rahmaan kecuali Allah. Berbeda dengan kata Rahiim
yang memiliki kata jama` (رحماء) dan juga menjadi sifat Allah dan makhluknya. Seperti
dalam kalam Allah, “Sungguh telah datang kepadamu seorang
Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang (رَحِيمٌ) terhadap orang-orang mukmin. (Qs. At-Taubah:128).
Sifat kasih sayang yang dimiliki antara Allah dengan
makhluk-Nya sungguh berbeda. Kasih sayang makhluk muncul akibat rasa pedih yang dialami oleh jiwanya sehingga terdorong
untuk berbuat sayang kepada lainnya. Hal ini berbeda dengan sifat kasih sayang
Allah yang memang lahir dari sifat-Nya yang Maha Kasih Sayang. Sebagai contoh,
dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ra berkata Rasulullah bercerita, “Pada
suatu ketika ada seekor anjing mengelilingi sebuah sumur, anjing itu hampir
mati kehausan. Tiba-tiba dia terlihat oleh seorang wanita
pelacur bangsa Yahudi. Maka dibukanya sepatu botnya kemudian dicedoknya air
dengan sepatunya lalu diberinya minum anjing yang hampir mati itu. Maka Allah
mengampuni dosa-dosa wanita itu.” (HR. Muslim).
Dalam hadits diatas, terlihat bahwa perasaan kasihan
terhadap anjing, tidak luput dari rasa pedih yang dialami oleh jiwa Pelacur.
Sehingga rasa tersebut mendorongnya untuk mencurahkan rahmat (kebaikan, dengan
memberi minum) kepada yang dirahmati (Anjing). Rahmat semacam ini adalah rahmat
yang tidak sempurna, karena ketika ia mencurahkan rahmatnya, ia juga berusaha
untuk menghilangkan kepedihannya. Artinya, ia memberikan sesuatu karena ada
kepentingan yang ingin ia dapatkan. Tentu hal itu mengurangi kesempuranaan
makna rahmat yang seharusnya tidak disertai dengan kepentingan diri dan tidak
pula untuk menghilangkan rasa pedih, tetapi semata-mata demi kepentingan yang
dirahmati. Dan rahmat seperti itu tidak lain kecuali rahmat Allah.[2]
Sebagaimana telah dibahas diatas, kebanyakan para ulama
menyatakan bahwa antara kata rahman dan rahim memiliki kata dasar yang sama
yaitu rahmah. Pertanyaaannya adalah apa perbedaan kedua sifat ar-rahman dan
ar-rahiim yang dimiliki Allah tersebut. Karena berdasarkan kaidah bahasa yang
berbunyi “Tambahan suatu bentuk kata, menunjukkan tambahan terhadap makna”,
maka antara kedua kata tersebut memiliki perbedaan makna. Dari perbagai
pendapat yang telah membahas perbedaan antara kedua sifat tersebut dapat
disimpulkan sebagai berikut bahwa[3]:
1- Ar-Rahman menunjukkan
sifat rahmat pada zat Allah. Sifat ini menunjukkan bahwa Allah
adalah Maha Pengasih terhadap seluruh
makhluk-Nya, rahmat yang penuh dan sempurna tetapi
sifatnya sementara. Artinya Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada semua makhluk
secara menyeluruh semua manusia, mukmin atau kafir, serta seluruh makhluk di
alam raya, namun hanya sementara ketika didunia saja.
2- Sedangakan
Ar-Rahim menunjukkan bahwa sifat rahmat-Nya terkait dengan makhluk yang dirahmati-Nya
(sifat pekerjaan Allah). sifat Ar-Rahim
ini
menunjukkan kemantapan dan kesinambungan rahmat-Nya
sampai di akhirat kelak, dan hanya hanya akan diberikan
kepada kaum mukminin.
Terlepas
dari perbedaan yang ada, kedua sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim
ini menunjukkan keluasan rahmat Allah bagi seluruh alam semesta. Sebagaimana
Allah kalamkan, “Rahmat-Ku
mencakup segala sesuatu” (QS. Al A’raaf
7:156). Dan sabda Rasulullah saw bahwa:’Allah swt menjadikan rahmat
(kebaikan) itu seratus bagian, disimpan disisiNya sembilan puluh sembilan dan
diturunkanNya ke bumi ini satu bagian; yang satu bagian inilah yang dibagi pada
seluruh makhluk, (yang tercermin antara lain) pada seekor binatang yang
mengangkat kakinya dari anaknya, terdorong oleh rahmatnya, kuatir jangan sampai
menyakitinya (menginjak anaknya). (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda : “Tatkala
menciptakan makhluk, Allah ta’ala telah menulis dalam buku yang tersimpan di
Arasy, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih besar daripada murka-Ku”. (HR.
Muslim).
Sehingga ketika Allah menyatakan dalam ayat sebelumnya
sebagai “Rabbul `Alamin”, itu artinya, Allah tidak sekedar menciptakan dan
memelihara alam semesta, namun juga mencurahkan kasih sayang-Nya kepada seluruh
makhluk-Nya. Tanpa membedakan kafir atau mukmin, hewan atau
manusia, semua makhluk-Nya dapat merasakan kasih sayang Allah didunia ini. Dan
kasih sayang Allah ini akan terus dicurahkan sampai ke ahkerat bagi mereka yang
mau mengimani dan mentaati-Nya.
Di
antara bentuk rahmah atau kasih sayang yang terdapat dalam nama ar-Rahman,
adalah Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab untuk membimbing
manusia demi kebahagiaan hidup mereka. Perhatian Allah untuk itu jelas lebih
besar daripada sekedar perhatian Allah untuk menurunkan hujan, menumbuhkan
tanam-tanaman dan biji-bijian di atas muka bumi ini. Tetesan air hujan akan
membuahkan kehidupan tubuh jasmani bagi manusia. Adapun wahyu yang dibawa oleh
para rasul dan terkandung di dalam kitab-kitab merupakan sebab hidupnya hati
mereka. [4]
Oleh
karena itu, orang yang ingin mendapatkan rahmat Allah yang sempurna di dunia
dan di akherat maka dia harus tunduk kepada syari’at Rasul yang diutus
kepadanya. Sehingga pada jaman sekarang ini -setelah diutusnya Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam- siapa saja yang ingin masuk surga dia harus
tunduk kepada ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Demi Tuhan yang jiwa
Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun di antara umat ini yang
mendengar kenabianku, entah dia beragama Yahudi atau Nasrani, kemudian dia
meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada ajaranku, melainkan dia pasti
termasuk golongan penduduk neraka.” (HR. Muslim). Maka tidak ada
pertentangan sama sekali antara sifat kasih sayang Allah dengan dimasukkannya
orang kafir ke dalam neraka. (lih: http://abumushlih.com/ar-rahman-)
Mungkin diantara pembaca ada yang
mempertanyakan, apa perbedaan الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ yang ada dalam Basmallah dengan yang ada dalam
al-Fatihah. Apakah hanya sekedar pengulangan sebagaai penguatan makna yang
terdapat dalam basmalah atau ada kandungan makna lainnya? Pendapat yang kuat
menolak konsep pengulangan terdapat dalam al-Qur`an tanpa ada makna lain. Oleh
karena itu menurut Syaikh Sya`rawi dalam tafsirnya membedakan kandungan makna الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ yang ada dalam
Basmallah dengan yang ada dalam al-Fatihah. Menurutnya, kedua sifat tersebut
dalam Basmalah mengajak kepada kita agar tidak malu
memohon pertolongan kepada Allah, sekalipun kita sedang banyak dosa. Allah
menginkan dari kita untuk selalu meminta pertolongan kepadanya. Ketika kita
merasa banyak dosa maka mintalah perlindungan kepada Allah dengan rahmatnya
dari keadilannya. Karena keadilan-Nya tidak akan membiarkan kesalahan yang besar atau kecil. Dan kalau bukan rahmat Allah
mendahui atas keadilan-Nya, maka tentu tidak akan ada kenikmatan yang tersisa
bagi manusia, karena banyaknya dosa-dosa yang telah dilakukan oleh manusia. Bismillah melahirkan optimisme bagi siapapun yang ingin kemabali
kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya. Semua diberikan kesempatan
untuk meminta pertolongan kepada Allah. dan semua ini merupakan keluasan rahmat
Allah, yang memberikan kesempatan kepada orang yang berbuat kemaksiatan, untuk
tidak segeri disiksa, tetapi diberikan kesempatan bertaubat kembali kepada-Nya.
Allah berkalam, “Jikalau Allah menghukum
manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi
sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai
kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang
ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun
dan tidak (pula) mendahulukannya.
(an-Nahl: 61).
Sedangkangkan dalam al-Fatihah, -masih menurut syaikh sya`rawi-
kedua sifat tersebut berbarengan dengan penyebutan sifar Allah sebagai Rabbul
`alin, yang mana memberikan arti bahwa Allah-lah yang menciptakan kita dari ketikadaan dan Ia
pula yang memberikan berbagai kenikmatan
kepada kita. Dengan Allah sebagai Robbul `alamin, kasih sayang Allah
terhadap hamba-hamba-Nya tidak jauh dari ketika Allah sebagai Ar-Rahman
–Ar-Rahim. Karenanya Allah memberikan nik`mat kepada seluruh hambanya
dengan sesuatu yang mana mereka sebenarnya tidak berhak, tetapi mereka
mendapatkannya dengan rahmat Allah, maka Allah memberikan kehidupan, rizki,
kesehatan, cahaya matahari, hawa untuk bernafas kepada orang mukmin dan kafir.
Dengan demikian Ar-rahman –ar-Rahim yang terdapat dalam al-Fatihah adalah
kasih-sayang Allah yang tekandung dalam sifat kerububiyahan Allah kepada
seluruh hamba-Nya. Maka Allah selalu memberikan kesempatan kepada seluruh
hamba-hamba-NYa untuk kembali dan bertaubat kepada-Nya. Dan semua ini
mengharuskan kita untuk selalu memujinya dan bersyukur atas nikmat Allah yang
diberikan kita.[5]
Diantara pelajaran yang dapat diambil dari ayat ke 3
surah al-Fatihah ini adalah bahwa Allah memiliki sifat Ar-raman dan ar-Rahiim.
Dengan keluasan kasih sayang-Nya, Allah memberikan berbagai kenikmatan tanpa
pilih kasih. Dengan adanya sifat ini, manusia diajarkan untuk selalu berbuat
baik kepada siapapun. Memberikan bantuan kepada yang membutuhkan tanpa
membeda-bedakan. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan, dari Ibnu Umar
sesungguhnya ada orang yang datang kepada Nabi lantas berkata: wahai Rasulullah
siapa manusia yang paling dicintai Allah? Amalan apa yang paling disukai Allah?
Rasulullah bersabda : kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam hati seorang
muslim, atau engkau singkap (hilangkan) kesusahannya, atau engkau lunasi
hutangnya, atau usir laparnya, sungguh saya berjalan bersama saudara dalam
menunaikan keperluannya lebih aku sukai dari pada i'tikaf di masjid ini masjid
madinah satu bulan. (HR. Baihaqi
dalam Syu'abul Iman).
Dengan Ar-raman dan ar-Rahiim, manusia
selalu diberikan harapan, optimisme untuk menjadi lebih baik. Harapan ini harus
kita tumbuhkan dalam setiap kehidupan kita. Harapan merupakan ciri khas dalam
kehidupan manusia. Hidup tampa harapan adalah kematian dan kegagalan
sebenarnya. Harapan merupakan energi yang sunguh luar biasa yang diberikan oleh
Allah kepada makhluk-Nya. Dengan harapan Rasullah saw mampu membangun peradaban yang tidak bisa ditandingi. Sebuah peradaban yang
mampu memanusiakan manusia. Dengan harapan Raja Qutus Bebers dari Mesir dapat
mengalahkan tentara Tatar yang telah hampir menguasai seluruh wilayah muslimin.
Dengan harapan, Sholahuddin Al-Ayyubi mampu mempersatukan umat untuk mengusir
penjajah sholibiyyin yang sudah puluhan tahun bercokol dikota Palestina.[6]
Maka “jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS. 12:87(. Sebagai orang mukmin, tidak boleh menyerah pada kondisi yang ada, kita harus bangkit. Kita harus
mulai dari yang kecil, mulai dari kita pribadi, kelurga kemudian masyarakt.
Allah peringatkan hal itu dalam kalamnya.: “Janganlah kamu bersikap lemah,
dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (Ali Imran:
139). Kenapa
dilarang merasa lemah, atau
sedih? Karena " Jika kamu (pada
perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang
Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami
pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya
Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya
sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Ali Imran:
140).
Dengan harapan yang
ada dalam Ar-raman dan ar-Rahiim,
orang yang salah dan bergelimpangan dengan berbagai dosa kemaksiatan, Allah
akan tetap selalu memberikan pintu pertaubantan. Karean itu Allah berkalam, Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (az-Zumar: 53). Allah
tidak akan menutup pintu taubatnya kecuali dalam dua kondisi. Pertama,
ketika ruh sudah sampai kepada kerongkongan atau dalam kondisi sakarotul maut. Sebagaimana Allah jelaskan
dalam surah (an-Nisa`: 18.)
Dan
sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang
hamba selama ruhnya belum sampai tenggorokan" (Mustadrok al-Hakim: 4/
286). Al-Hasan al-
Bishri mengatakan: "Sesunguhnya taubat akan selalu ditawarkan pada
semua manusia, selama ajal belum menjemputnya.
[7]
Kedua,
Ketika matahari terbit dari Barat,
alias kiamat telah datang.
(HR: an-Nasai).
Namun
bukan berarti dengan Ar-rahman dan ar-Rahiim, manusia terbuai dengan
tipu daya setan dengan meremehkan
berbagai dosa yang dilakukan. Karena selain Allah memiliki sifat Ar-rahman
dan ar-Rahiim, Allah juga memiliki sifat al-Muntaqim yang artinya
Allah yang Maha Membalas akan segala perbuatan baik dan buruk yang dilakukan
hamba-Nya. Orang yang
suka meremehkan dosa-dosa kecil, bukannya mendapatkan ampunan dari Allah,
melainkan dosa kecil itu menjadi sebuah dosa besar. وَتَحْسَبُونَهُ
هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ ..,dan kamu menganggapnya suatu yang
ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (QS.
An-Nuur:15).
Rasulullah
SAW bersabda: Berhati-hati kalian terhadap dosa kecil, sebab jika ia berkumpul
dalam dri seseorang akan dapat membinasakannya. (HR. Ahamad dan Thabrani). Ibnu
Abbas mengatakan: Tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus-menerus, dan tidak
ada dosa besar jika diiringi dengan istighfar. Artinya mau bertaubat dan
memohon ampun kepada Allah. Sa’in
bin Jubair, sebagai orang-orang yang terkenal bagus ibadahnya. Ketika ditanya, “Siapa
manusia yang paling bagus ibadahnya?” Said bin Jubair menjawab, “Orang yang merasa
terluka karena dosa dan jika ia ingat dosanya maka ia memandang
kecil amal perbuatannya.”. Semoga kita diberi kemampuan Allah, sehingga dapat
memaksimalkan rahmat Allah secara benar. Amin
[1] - Lih: Maqooyisul
Lughoh, Ibnu Faris, h.
2/498, Ensiklopedia al-Qur`an, Sahabuddin (et
al), h.
3/814.
[2] - Ensiklopedia
al-Qur`an, Sahabuddin (et
al), h. 3/814
[3] - Lih: Jamiul Bayan fii
Ta`wilil Qur`an, Ibnu Jarir ath-Thobari, h. 1/127-128, At-Tafsir
al-Qoyyim, Ibnul Qoyyim, 1/29, at-Tafsir al-wasith, Sayyid
Thanthawi, hh. 1/1-2.
[4] - At-Tafsir al-Qayyim, Ibnul
Qoyyim, h. 1/ 8.
[5] - Tafsir asy-Sya`rawi,
Mutawalli Sya`rawi, h. 1/9.
[6] - Kumpulan
Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun, Hasan
el-Qudsy, h:1/135
[7] - Lathoifil
Ma`arif, Ibnu Rajab, h. 461.
Komentar
Posting Komentar