Rahasia Isti`adzah

 Dr. KH. Moh. Abdul Kholiq Hasan Lc.MA.M.Ed





A.    Keutamaan Isti`adzah

    Isti’adzah memiliki berbagai kebaikan. Diantaranya, sebagai penyuci lisan dari berbagai ucapan sia-sia dan kotor, ketika mengucapkan atau membaca kalamullah. Juga sebagai isti’anah (memohon pertolongan) kepada Allah swt, dan pengakuan bahwa Allah-lah yang memiliki kekuasaan, sedangkan hamba itu lemah dan tidak mampu mengatasi musuhnya (setan) yang nyata namun tidak nampak. Sesungguhnyalah, tak ada yang mampu menolak dan mencegah musuh ini kecuali Allah swt yang menciptakannya.

    Allah berkalam: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, engkau tidak memiliki kekuasaan atas mereka sama sekali. Cukuplah Rabbmu sebagai pelindung.” (al-Isra’: 65). Terlebih, setan tidak mengenal damai dan kebaikan, berbeda dengan musuh dari kalangan manusia. Karena itulah Allah memperingatkan kepada manusia untuk selalu menjadikan syaitan sebagai musuh abadi “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (Qs. Fathir: 6).

 

B.     Makna dan Kandungan Isti`adzah

    Ketika seseorang mengucapkan, أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  “ itu berarti, aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk agar ia tidak membahayakan diriku dalam urusan agama dan duniaku, atau menghalangiku untuk mengerjakan apa yang Dia perintahkan. Atau agar ia tidak menyuruhku mengerjaka apa yang Dia larang. Karena karakter setan yang selalu membuat kerusakan, maka tidak ada yang dapat mencegahnya kecuali Allah. Karena Allah-lah yang menciptakannya, dan Allah-lah yang mempu memberikan perlindungan secara total kepada hamba-Nya dari segala bentuk godaan, bisikan, ajakan dan propaganda setan. Permohonan perlindungan ini harus dilakukan terus-menerus dan dalam kondisi apapun. Setan tidak menganal lelah atau bosan. Ia akan selalu istiqomah terus berusaha untuk menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan, karena karakter setan memang demikian. Perintah ini dapat kita pahami dari penggunaan kata (أَعُوْذُ) yang menggunkan fiil mudhori` yang menunjukkan keberlangsungan dan terus-menerus, berbeda dengan fiil madhi yang menunjukan selesainya suatu perbuatan. Sebagaiaman juga dalam kalam Allah surah al-Mukminun: 97-98.

وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (97) وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (98)

Dan katakanlah: "Ya Rabb-ku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku."

Ketiga kata yang berbaris diatas adalah semuanya berupa fiil mudhari`, yang menunjukan bahwa aktifitas tersebut terus berlangsung, tidak berhenti.

***

    Nama (الشَّيْطَانِ) dalam bahasa Arab, kata syaitan (setan) berasal dari kata syathan, berarti jauh. Jauh  dari tabiat manusia, jauh dari kebaikan, jauh dari kebenaran dan dengan kefasikannya dia sangat jauh dari segala macam kebaikan. Ada juga yang mengatakan bahwa kata syaitan itu berasal dari kata syata (terbakar), karena ia diciptakan dari api (Qs. Ar-Rahman:15). Kata syaithan juga dapat digunakan untuk setiap pendurhaka, baik jin, manusia, maupun hewan. Berkenaan dengan hal itu Allah berkalam:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (112)

    Artinya, "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tia nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang ndah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan." (Qs. al-An'am: 112). Begitu pula setiap prilaku yang buruk, dapat disebut setan.[1] Bahkan orang yang membiarkan kemungkaran, tidak mau mengatakan kebenaran padahal ia tahu adalah syaitinun akhros “setan yang bisu”.[2]

    Dengan demikian sebutan setan tidak hanya ditujukan terhadap sosok makhluq halus yang menakutkan tercipta dari api, tetapi juga manusia yang berprilaku buruk tidak lain juga setan. Maka pezina, penjual hukum, koruptor bisa disebut setan. Karena itu pantas jika kita diperintahkan untuk meminta perlindungan dari kejahatan dari (golongan) jin dan manusia (Qs. An-Naas:4-6).  

    Adapu kata (الرَّجِيْمِ) Ar-rojim adalah berwazan fa'iil (subjek), tetapi bermakna maf'ul (objek) yang berarti bahwa setan itu terkutuk dan terusir dari semua kebaikan. Karena itu setan dan bala tentaranya tidak pernah mengajak manusia kepada kebaikan. Kalaupun kelihatannya ia mengajak manusia kepada kebaikan, itu hanya sekedar trik atau cara setan untuk menjatuhkan manusia dengan tipudayanya. Dan dengan cara itu, banyak orang-orang sholeh jatuh dalam perangkatnya. Sebagai contoh, ada seseorang yang suka beramal atau berjuang, namun ternyata dibalik itu ia menginginkan pujian dan kehormatan dari manusia. Atau ada orang yang rajin melakukan ibadah, namun ternyata ibadah yang dilakukan itu tidak memiliki dasar yang benar dalam al-Qur`an dan Sunnah. Atau ada orang yang sholeh, karena kesholehanya ia merasa aman dari siksaan Allah. Tentu semuanya itu akan menjerumuskan manusia kepada kehancuran. Karena amal kebaikan apa pun jika bukan dilandaskan kepada keihlasan kepada Allah dan kesesuaian dengan syariat, maka tentu sia-sia dan tertolak disisi Allah.

    Setan sebagai cobaan bagi manusia, dalam banyak ayat-ayat al-Quran telah menerangkan berbagi memperingatakan kepada manusia agar jangan sampai tertipu dengan bagai tipu daya setan. Diantaranya Allah kalamkan:

1-      “… dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Qs. Al-Baqarah: 168)

2-      “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui”. (Qs. Al-Baqarah: 268).

3-      “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Qs. Ali Imran: 175)

4-      “Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya”. (Qs.an-Nisa:38).

5-      “Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”. (Qs. an-Nisa`: 60).

6-      “yang dila'nati Allah dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya), dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya[351], dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya." Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.  Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”.  (Qs. an-Nisa`:118-120).

7-      “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (Qs. Al-Maidah: 91).

8-      “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-`Araf:27).

9-      “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka” (Qs. al-Isra:64). Maksud ayat ini ialah Allah memberi kesempatan kepada iblis untuk menyesatkan manusia dengan segala kemampuan yang ada padanya. Tetapi segala tipu daya syaitan itu tidak akan mampu menghadapi orang-orang yang benar-benar beriman.[3]

10-  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Nur: 21).

11-   Kelak diakherat,setan mengakui kesesatanya, manusia sendiri yang salah dengan mau mengikutinya. “Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu." Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (Qs. Ibrahim: 22).

    Melihat berbagai kemampuan setan dan tekatnya yang tiada hendi untuk selalu mengoda dan mencelakakan manusia, maka pastaslah jika Allah memerintahkan kepada manusia untuk selalu memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan. Karena itu membaca Isti’adzah tidak hanya disunahkan ketika hendak membaca al-Qur`an. Tetapi dalam setiap kondisi dimana kita merasa membutuhkan perlindungan dari Allah dari segala kejahatan dan keburukan. Hal ini berdasarkan kepada beberapa riwayat yang tidak mengkhusukan pembacaan isti`dzah ketika hanya sedang mau membaca al-Qur`an saja. Diantaranya, sebagaimana diriwayatkan imam Bukhari dari Sulaiman bin Shurad ra, ia berkata, "Ada dua orang yang saling mencela di hadapan Rasulullah saw, sedang kami duduk di hadapan beliau. Salah seorang dari keduanya mencela lainnya dalam keadaan marah dengan wajah yang merah padam. Maka Rasulullah shallallahu aliahi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang jika ia mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang dirasakannya itu Jika ia mengucapkan, 'A'uudzubillaahiminasysyaithoonirrajiimi'."

    Dalam riwayat lain, Imam Ahmad, bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya, "Wahai Abu Dzar, mohonlah engkau kepada Allah perlindungan dari setan-setan dari jenis manusia dan jin." Lalu kutanyakan, "Apakah ada setan dari jenis manusia?" "Ya," jawab beliau. Dalam riwayat Abu Dzar, Rasulullah saw bersabda, "Yang memotong salat itu adalah wanita, keledai, dan anjing hitam". Kemudian kutanyakan, "Ya Rasulullah, mengapa anjing hitam dan bukan anjing merah atau kuning?" Beliau menjawab, "Anjing hitam itu adalah setan.". (HR. Muslim). Oleh karena itu Ibnu Taimiyah suatu hari berpesan kepada muridnya Ibnul Qayyim, “Jika ada anjing menyalak ke arahmu, maka jangan terpanjing untuk melakukan peperangan terhadapnya. Mintalah tolong kepada Allah, maka ia akan menyingkirkan binatang jahat dan pengganggu seperti anjing. Dan cukuplah Dia Allah yang akan menjagamu.[4]  

***

    Jika setan begitu gigihnya dalam berjuang untuk menjatuhkan manusia kedalam lumpur kemaksiatan dan kedurhakaan, lalu apakah manusia dapat mengalahkannya? Sebenarnya jika dibandingkan antara godaan setan dengan godaan wanita, godaan wanita jahat untuk berbuat keburukan jauh lebih berbahanya. Hal ini sebagaimana dikatakan al-Qu`an, bahwa “sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah (QS. An-Nisa`:76), sementara godaan wanita dikatakan, “Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah dia: "Sesungguhnya (kejadian) itu adalah diantara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar." (Qs. Yusuf:12).

    Dengan kata lain, godaan setan itu akan lemah pengaruhnya terhadap orang yang selalu menghambakan dirinya kepada Allah, selalu bertawakkal, selalu ihlas dalam beramal. Karena itu Allah katakan, “Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah” (Qs. An-Nahl:99-100).

    Dalam ayat lain Allah katakan, “kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka (40) … Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat (Qs. Al-Hijr: 42). Dalam ayat lain, “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga." (Qs. Al-Isra`:65).

    Orang-orang sholeh bisa jadi selamat dari godaan setan, namun belum tentu mereka tahan terhadap godaan wanita. Kecualai mereka yang mendapatka nkasih sayang Allah sehingga dijaga dan diselamatkan. Karena bisa jadi nafsu ammaratum bis-suu` (nafsu yang selalu membisikan kejahatan) yang menguasai seseorang, sehingga ia dengan mudah akan termakan godaan wanita. Sejarah telah mencatat, tidak sedikit para orang hebat yang luluh, berlutut dalam pelukan rayuan wanita jahat. Ini bukan berarti mengkambinghitamkan wanita, tetapi tidak dipungkiri wanita yang tidak berprinsip agama, akan mudah menjadi atau dijadika alat untuk sebuah kerusakan.

    Hal ini tidak jauh dengan pemahaman terhadap sebuah hadits, yang mana ditegaskan bahwa dibulan ramadhan para setan itu dibelunggu, diikat dengan rantai-rantai (HR Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad hadits Hasan). Lalu kenapa masih banyak berbagai kemaksiatan dibulan ramadhan?  Bukankah kenyataan ini bertentangan dengan hadits tadi? Untuk menjawabnya, sebagaian ulama mengatakan bahwa pada bulan ramadhan kejelekan menjadi sedikit, karena dibelenggu dan diikatnya jin-jin jahat dengan rantai dan belenngu. Mereka menjadi tidak bisa bebas merusak manusia sebagaimana bebasnya di bulan yang lain. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan manusia tidak jatuh dalam kemaksitan. Karena kemaksiatan itu bisa timbul dari jiwa yang buruk (nafsu ammaratum bisuu`), kebiasaan yang buruk, lingkungan yang buruk dan juga bisa pengaruh dari teman yang buruk (setan manusia). Dan sebagaiaman kita ketahui bersama bahwa Iblis bermaksiat kepada Allah bukanlah dari godaan setan, melainkan dipengaruhi nafsu buruk yang terdapat dalam jiwa Iblis itu sendiri.[5] Wallahu `alamu bishowab.

 

C.     Fiqh Isti`adzah

1-   Seluruh ulama sepakat bahwa bacaan teks isti`dzah أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  bukanlah termasuk al-Qur`an. Walaupun perintah dan contoh pelaksanaan untuk beristi`dzah terdapat dalam beberapa ayat al-Qur`an (Qs. Ali Imran:36, al-`Araf: 200, an-Nahl: 98, Fushshilat 36).

2-   Disunahkan bagi kita ketika memulai membaca al-Qur`an untuk beristi`adzah. Baik ketika dalam shalat maupun diluar shalat. Jumhur ulama berpendapat hukum ta’awudz ini sunnah. Dan dalam membaca ta’awudz dalam sholat boleh dibaca keras atau lirih, boleh juga hanya pada rakaat pertama, boleh juga setiap rakaat sebelum membaca al-Fatihah. Hal ini berdasarkan pada keumuman kalam Allah, “Bila engkau membaca Al-Qur’an maka mintalah perlindungan kepada Allah.” (An-Nahl: 98).

3-   Disunnahkan juga membaca isti`adzah ketika akan melaksanakan ibadah shalat. Disebutkan dalam hadits, Rasulullah saw. sebelum membaca dalam shalat, berta’awudz (memohon perlindungan) kepada Allah swt degan mengucapkan:

   أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ  Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terusir atau dijauhkan (dari rahmat Allah) dari was-wasnya, dari kesombongannya, dan dari sihirnya.”(HR. Ibnu Abi Syaibah, shahih).

Terkadang di tambah:    أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terusir atau dijauhkan dari rahmat, dari was-wasnya, dari kesombongannya, dan dari sihirnya.” (HR. Abu Dawud, Hasan).

4-   Memohon perlindungan dari godaan setan ketika hendak sholat, sangat diperlukan. Karena setan tidak mau ada seorang hamba yang berhasil secara mulus mengabdi kepada Rabb-nya. Karena kalau itu berhasil, jalan baginya tertutup untuk menggoda orang tersebut. Untuk itu ketika seseorang hendak sholat, setan telah menaruh berbgai perangkap agar orang tersebut gagal dalam mendirikan shalat. Rasulullah bersabda: “Apabila diserukan adzan untuk shalat setan berlalu dan ia memiliki kentut (berlalu dengan mengeluarkan suara kentut) hingga ia tidak mendengar adzan. Apabila adzan selesai dikumandangkan, ia datang kembali hingga saat diserukan iqomah, ia berlalu lagi. Ketika telah selesai iqamah, ia datang lagi hingga ia bisa melintaskan di hati seseorang berbagai pikiran, ia berkata, ‘Ingatlah ini, ingatlah itu’, padahal sebelumnya orang yang shalat tersebut tidak mengingatnya, demikian sampai orang tersebut tidak mengetahui telah berapa rakaat shalat itu dikerjakannya.” (HR. Bukhari).

 

    Dalam riwayat lain, ‘Utsman bin Abul ‘Ash berkata kepada Rasulullah saw,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah mengganggu diriku dalam shalatku dan bacaanku, sehingga membuatku bimbang.” Beliau menjawab,”Itu adalah syetan yang biasa disebut dengan nama Khinzib. Karena itu jika ia mengganggumu maka bacalah ta’awwudz (doa berlindung) kepada Allah dari gangguannya, dan semburkanlah ke bagian kirimu sebanyak tiga kali.” Ia berkata,”Aku kemudian melakukan saran itu, hingga Allah menghilangkan dia dari menggangguku (HR. Muslim dan Ahmad).      

5-   Membaca isti`adzah juga disunahkan untuk keselamatan anak. Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: " setiap anak adam ketika dilahirkan akan diganggu oleh setan ketika sedang dilahirkan sehingga ia menangis dengan keras akibat gangguan tersebut, kecuali Maryam dan putranya". Selanjutnya Abu Hurairah berkata, " Bacalah – jika kamu mau- kalam Allah:  وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ "Dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk". (QS. Ali Imran:36).

 

    Memohon perlindungan terhadap anak dari berbagai hal yang mengganggu, bukan hanya dianjurkan ketika ia masih diperut, atau ketika baru lahir, tetapi juga selama pertumbuhannya. Rasulullah saw memohonkan perlindungan Hasan dan Husain dengan membaca doa :أُعِيْذُكُمَا بِكَلِماتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

 Aku memohonkan perlindungan kepada kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua setan, binatang berbisa, dan pandangan mata  yang jahat.”.[6] Adapun jika anak kita satu laki-laki, maka bunyi redaksi doa adalah   (أُعِيْذُكَ) Aku memohonkan perlindungan kepada kamu (lk)..”. Dan jika anak kita satu perempuan, perubahan redaksi menjadi أُعِيْذُكِ)   ) Aku memohonkan perlindungan kepada kamu (pr). Wallahu `alam bish-showab.       

6-      Membaca Isti`adzah mampu mengusir kemarahan. Diriwaytakan bahwa "Ada dua orang yang saling mencerca di samping Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sementara kami duduk-duduk di samping beliau, salah seorang darinya mencerca temannya sambi marah, hingga wajahnya memerah, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat yang apabila ia membacanya, niscaya kemarahannya akan hilang, sekiranya ia mengatakan; "A'uudzubillahi minasy syaithaanir rajiim." (HR. Bukhari Muslim).



[1] Lih: Mufradaat al-Faadhul Qur`an, al-Ashfihani, h. 1/539, Mafatihul Ghoib, ar-Razi, h. 1/61, Lisanul Arab, Ibnu  Mandzur, h. 13/237, Tajul `Arusy, Az-Zabidi, h. 19/431.

[2] - Majmu`ul Fatawa, Ibnu Taimiyyah, h. 28/17.

[3] - Terjemahan al-Qur`an, al-Qur`an Digital, Versi 2.1, th. 1425 H.

[4]- Meraih Puncak Kenikmatan Shalat, Khalid Abu Syadi, h. 44

[5] - Lih: Fathul Bari, Ibnu Hajar al-`Asqolani, h. 4/114 dan Hasyiyah as-Sindi ala Ibni Majah, As-Sindi, h. 3/415.

 

[6]- Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya: 4/119 dari hadits Ibnu ‘Abbas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 31-32

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 20-21