Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 7-10

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

MAJLIS KAJIAN INTERAKTIF TAFSIR AL-QUR`AN
(M-KITA) SURAKARTA


Allah berkalam:

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا (7) وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا (8) وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9) إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا (10)

Artinya:
7- Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian pula dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak, (semua itu merupakan) bagian yang telah ditentukan.

8- Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat (yang tidak memiliki hak waris), anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.

9- Dan hendaklah oerang-orang itu takut bila saja mereka meninggalkan keturunan yang lemah setelah mereka wafat, yang mereka khawatirkan kesejahteraannya. Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berkata dengan perkataan yang benar.

10-Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Makna Umum ayat 7-9:
Ayat 7:
Laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama dalam soal warisan, yaitu sama-sama memperoleh harta peninggalan orang tua atau kerabatnya. Perbedaan gender bukan merupakan penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan warisan. Baik laki-laki maupun perempuan sudah ditentukan bagiannya sendiri-sendiri oleh Allah subhanahu wata`ala.

Ayat 8:
Apabila saat kita membagi harta warisan, dan ada kerabat yang tidak mendapatkan harta atau orang yang membutuhkan itu hadir di dalamnya, maka kita hendaknya berbagi kebahagiaan dan kesenangan kepada mereka dengan memberikan sebagian dari harta warisan yang telah dibagikan. Selain itu, kita juga diperintah oleh Allah untuk berkata baik kepada orang-orang yang hadir tersebut dan tidak menyakiti hati mereka.

Ayat 9:
Kita hendaknya takut apabila meninggalkan keturunan yang lemah dan tak memiliki apa-apa, sehingga mereka tak bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan terlunta-lunta. Sebagaian pendapat mengatakan bahwa ayat ini turun atas orang yang sedang berada di samping orang yang akan meninggal, ketika orang yang akan meninggal tadi menulis wasiat untuk keluarganya. Hendaknya dia bertakwa kepada Allah dengan menuntun orang yang akan meninggal agar benar dalam memberi wasiat. Jangan sampai dia menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan harta yang seharusnya milik keturunan orang yang meninggal. Sebagaimana dia tidak ingin anak turunnya terlunta-lunta, dia juga harus menjaga agar anak turun orang yang meninggal tadi tidak terlunta-lunta (lih: Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir dalam tafsirnya).

Ada pula yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan orang yang mengurus harta-harta anak yatim. Jadi, sebagaimana orang yang mengurus harta anak yatim itu tak ingin anak turunnya lemah dan terlunta-lunta, maka dia juga hendaknya memperlakukan anak-anak yatim yang dia urusi dengan baik, sehingga kehidupan masa depan mereka lebih baik (Ibnu Katsir).

Ayat 10:
Segala bentuk kedholiman kepada siapapun adalah dilarang, apalagi kepada anak yatim yang mana mereka lebih membutuhkan perhatian dan bantuan dari semua pihak. Maka balasan bagi orang yang berani berbuat dhalim kepada anak yatim baik itu fisik maupun non fisik, baik itu berupa harta atau lainnya, balasannya adalah api neraka.

Penjelasan dan Hikmah ayat 7-9:
Ayat 7:
1.       لِلرِّجَالِ  dan لِلنِّسَاءِ . kata rijal dan nisa di sini adalah bentuk jamak dari rajul (untuk rijal) dan imra`atun (untuk nisa). Meski secara bahasa rajul dan imro`ah adalah untuk orang dewasa, tetapi di dalam ayat ini yang dimaksud bukan hanya orang dewasa saja. Anak-anak kecil juga masuk di dalamnya. Sehingga, meskipun yang ditinggal mati adalah anak kecil, dia tetap mendapatkan harta warisan orangtua atau kerabatnya.

2.     Ayat ini turun untuk membantah tradisi jahiliyah yang mengatakan bahwa yang berhak mendapatkan harta warisan hanya orang-orang yang bisa berperang saja. Sehingga anak kecil, wanita, orang dewasa yang tak bisa perang tidak mendapatkan warisan. Tradisi tersebut adalah tradisi yang zhalim. Islam datang membawa keadilan dan menghapuskan tradisi jahiliyah tersebut. Laki-laki ataupun perempuan dalam semua umur tetap mendapatkan harta warisan sesuai dengan bagian yang telah ditentukan oleh Allah, selama mereka berhak mendapatkannya.

3.       Mengapa kata نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ  diulang dua kali? Ini sebagai penegasan bahwa laki-laki dan perempuan sama saja di hadapan Allah. Yang membedakan antara mereka adalah ketakwaan saja.

4.  Diantara sebab utama seseorang mendapatkan harta warisan adalah adanya hubungan nasab atau hubungan darah kekerabatan. Jadi sekiranya ada suami istri belum mempunyai anak, lalu mereka mengangkat anak, maka kelak anak tersebut tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang tua angkatnya. Dalam hal ini, orang tua angkat hendaknya menuliskan wasiat bagi anak angkatnya, sebab bisa saja anak anagkatnya itu telah banyak berjasa untuk mengurusi keperluan orang tua angkatnya sehingga dia juga berhak mendapatkan kesejahteraan.

5.    Kata  نَصِيبًا مَفْرُوضًا  menegaskan bahwa bagian harta warisan itu sudah ditentukan oleh Allah, entah itu sedikit atau banyak.

Ayat 8:
1.     Ayat ini tidak mansukh alias tetap berlaku, sekalipun para ulama berbeda pendapat dalam memaknakan perintah dalam ayat ini. Ada yang mengatakan bahwa perintah ini untuk menunjukkan wajib, ada yang sunnah. Namun pendapat yang kuat menurut penulis adalah sunnah, karena kalau wajib tentu bagian mereka akan disebutkan secara tegas dalam ayat-ayat berikutnya tentang pembagian warisan. Dan tentunya riwayat tersebut akan di nukil kepada kita secara mutawatir.

2.   Dalam ayat ini memberikat isyarat bahwa tidak ada salahnya kita mengundang fakir miskin atau orang yang membutuhkan untuk kita berikan kepada mereka sebagian dari rizki kita. Walaupun dhohir ayat ini menjelaskan bahwa pembagian sebagian rizki itu dilakukan ketika mereka mendatangi saat pembagian harta warisan. Karena tujuan utama ayat ini adalah berbagi kepada sesama dan mengurangi kemugkinan adanya  ketegangan sosial seperti iri dengki antara kelompok masyarakat. Dan menurut penulis, langkah mengundang mereka lebih baik dari pada menunggu mereka datang dan jauh lebih baik lagi kalau kita yang mendatangi mereka untuk membagikan sebagian dari rizki kita.

3.    Salah satu hikmah ayat ini adalah untuk menenangkan hati orang yang tidak punya. Mereka mempunyai hak untuk diberi kesempatan merasakan kebahagiaan yang kita rasakan supaya tidak terjadi kesenjangan sosial. Karena kecenderungan nafsu itu menginginkan sesuatu yang tidak ia miliki. Karenanya Islam mengacari umatnya untuk gemar berbagi kepada sesama. Dan sebenarnya apabila kita memberi seseorang dan menjaga hatinya -supaya tidak iri- dengan membagi harta kepada mereka, manfaatnya akan kembali kepada kita sendiri. Ukhuwah akan terjalin semakin erat. Orang juga tidak berani mengganggu kita misalnya mencuri, karena tanpa mencuri pun mereka akan mendapatkan bagian harta.

Ayat 9:
1.   Sebagai orang tua, kita berkewajiban untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mendidik anak kita, tetutama masalah iman, akhlaq, pendidikan, karakter ,ekonomi, dsb. Sehingga kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah. Kita sebagai orang tua harus bisa menciptakan generasi rabbani yang tangguh dengan menguatkan mereka dari berbagai aspek. Sehingga mereka layak sebagai generasi yang dibanggakan oleh Rasulullah saw.

2.    ضِعَافًا  lemah. memakai lafal nakiroh atau umum karena lemah itu bisa saja dalam lebih dari satu bagian. Lemah dari segi kepribadian, akidah, atau materi sehingga ditakutkan bisa membuatnya kufur.

3.      قَوْلًا سَدِيدًا  perkataan yang benar di sini yang dimaksud adalah perkataan yang sesuai dengan syari’at Allah. Artinya, selain kita diperintahkan untuk menyiapkan generasi yang tangguh,  kita juga diperintahkan agar mampu memberikan teladan yang sesuai dengan syariat Allah.

Ayat 10:
       Ayat ini menegaskan kembali tentang perlunya berhati-hati dalam berinterkasi dengan anak-anak yatim. Sehingga tidak terjadi kedahliman terhadap mereka. Karena orang yang segaja memakan harta anak yatim tanpa ada hak itu sama saja dengan memenuhi perutnya dengan api neraka. Dalam hadits yang shahih (HR. Bukhori Muslim) disebutkan bahwa termasuk 7 hal yang akan membinasahkan seseorang diakherat kelak diantaranya adalah orang yang memakan harta anak yatim secara tidak benar menurut aturan syariat.

http://mkitasolo.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194