Istiqomah Kunci Kesuksesan


Dr. KH. Moh. Abdul Kholiq Hasan Lc.MA.M.Ed

    Tidak mudah ketika seseorang harus menghadapi kehidupan yang serba susah. Berbagai tawaran dan rayuan bisa setiap waktu mengitai dan menggelincirkan kedalam kemaksiatan kepada Allah. Karena memang mereka dalam kondisi butuh. Orang yang sedang butuh kadang tidak sadar kalau yang ia lakukan itu adalah diharamkan agama. Oleh karena itu  Rasulullah mengajarkan kepada kita utuk berdoa minta supaya dijauhkan dari fitnah kefakiran dan ketidak keberdayaan (HR. Bukhori). Mengingat bahwa, kefakiran sangat mudah untuk membuka pintu seseorang menuju kekafiran.

 

    Lalu bagaimana orang yang secara finansial mereka kecukupan. Lihatlah, para pejabat. Mereka secara materi tidak kekurangan. Semua fasilitas mereka dapatkan dari negara. Namun karena jiwa rakus, jiwa faqir (bukan karena tidak punya), tidak qona`an merasa cukup terhadap apa yang diberikan kepadanya oleh Allah, mereka tidak jarang terjatuh kepada menglalkan segala cara. Kondisi seperti inilah yang Rasulullah kawatirkan menimpa umatnya. Karena apabila hal demikian terjadi maka akan ada kerusakan dimana-mana dan bisa menghancurkan keberadaan umat seluruhnya.

 

    Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahwa Abu `Ubaidah bin Al-jarah diberitakan telah sampai di Madinah datang dari Bahrain dengan membawa harta yang banyak. Mendengar berita ini, orang-orang anshor sholat subuh bersama Rasulullah. Setelah selesai Rasulullah langsung meninggalkan tempat sholat. Mengetahui hal demikian para orang anshor menemui Rasulullah untuk meminta. Rasulullah SAW tersesum dan berkata, saya kira kalian mengetahui kabar kedatangan Abu `Ubaidah bin Al-jarah ?. Mereka mejawab, " Benar wahai Rasulullah ". Rasulullah kemudian bersabda, " berbahagialah dengan apa yang kalian inginkan ( terkabulnya permintaan mereka), sesunguhnya saya tidak kawatir terhadap kefakiran kalian, tetapi kawatir apabila Allah telah membuka pintu-pintu rizki kalian, sebagiamana terjadi terhadap umat sebelum kalian, kemudian kalian bersaing (saling berebut) sebagaimana umat sebelum kalian, maka kalian akan hancur, sebagaimana umat sebelum kalian. (HR. Bukhori).

 

    Dengan demikian, seorang mukmin harus mampu membentengi keimanan dirinya. Baik dalam kondisi maiskin atau kaya, kesusahan atau kesenagan, kekurangan atau berlebihan. Karena itu Rasulullah tidak hanya mengajari kepada kita untuk berdoa agar terhindar dari fitnahnya kefakiran (kekurangan), tetapi juga mengajarkan doa agar tidak terlena dengan fitnahnya kekayaan (HR. Bukhori). Dan tidak ada benteng lebih tanguh yang mampu menjaga keimanan seseorang, kecuali dengan istiqomah dalam menjalankan segala perintah dan larangan yang telah ditentukan Allah swt yang maha bijak. Istiqomah dalam beribadah dan menjalankan syariatnya serta berda`wah menyebarkan panji-panji Islam.

 

    Orang yang istiqomah akan selalu mengukur seluruh prilakukunya dengan kacamat akhirat. Karena ia menyakini bahwa akhirat adalah tempat segalanya kekal dan abadi. Ia selalu memikirkan apa yang telah dan sedang ia kerjakan untuk dibawa bekal menghadap kepada Allah sang pencipta alam semesta. Ucapan, pikiran, hati dan prilakunya selalu berdzikir mengingat Allah subhanahu wata`ala.  Orang semacam inilah yang akan Allah berikan kepadanya jaminan kebahagiaan hidup kelak diakherat. Sebagaiamana Allah firmankan, " Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu".(QS.41:30)

    Bagaimana agar orang dapat mendapatkan keistiqomahan dalam hidupnya? Keistiqomahan akan diperoleh ketika seseorang menjalankan segala aktifitasnya benar-benar ihklas karena Allah semata. Ketika telah berhasil mencapai keikhlasan dalam aktivitasnya, maka Allah akan memberikan kepadanya keistiqomahan dalam melakukan aktivitas tersebut. Banyak sekali amalan-amalan sholeh yang kita kerjakan. Misalkan dalam puasa ramadhan, mulia dari menahan hawa nafsu, membaca al-quran, jujur, membantu sesama sampai qiyamullail. Ketika keihlasan menjadi pendorang pada amalan-amalan tersebut, maka insyaallah keistiqomahan akan mudah dicapai, karena istiqomah pada intinya adalah buah keihklasan.

 

    Oleh karena itu sudah seharusnya sebagai seorang mu`min pada hari-harinya selalu menuju pada peningkatan ibadah, baik secara kwalitas maupun kwantitas, ritual maupun sosial. Nilai keistiqomahan dalam beribadah inilah nilai puncak kefitrian yang ingin kita capai. Karena sesungungnya mempertahankan sebuah prestasi itu lebih sulit daripada memperolehnya.

 

    Istiqomah atau konsisten sangat diperlukan dalam kehidupan beragama maupun bermasyarakat. Suatu ketika salah satu shahabat (Ibnu Umar) bertanya kepada Rasulullah SAW, “ Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku sebuag berkataan yang tidak akan saya tanyakan selain kepadamu”, kemudian Raulullah menjawab: “ katakanlah : Aku beriman dan beistiqomahlah ” (HR. Turmudzi). Yang dimaksud istiqomah dalam hadist ini adalah istiqomah terhadap seluruh apa yang menjadi ajaran islam. Dan keimanan orang tidak akan konsisten kecuali hati nya telah konsisten, dan hati tidak akan konsisten sehingga lisannya juga konsisten.

 

    Istiqomah ini perlu dipertahankan, karena yang dihitung dan yang dijadikan ukuran adalah akhir dari sebuah cerita kehidupan. Padahal hari – hari kita setiap harinya berkurang terus, sebagiamana dikatakan oleh Imam Hasan al-Bisyri:“ Sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari-hari, setiap hari berlalu, berlalu pula sebagian darimu”. Ketika seorang mu`min menyadari akan sebuah kematian yang mengincar kapanpun dan dimanapun, maka ia akan selalu waspada dari incaran maut, maka ia akan selalu termotivasi untuk istiqomah dijalan Allah dan berlomba – lomba dalam mencapai keridhoan Allah. Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda: bahwa “ seorang mu`min tidak akan merasa puas dalam berbuat kebaikan, sampai ia  berhasil menggapai surganya ”.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194