Tafsir Surat An-Nas 1-3

Dr. KH. Moh. Abdul Kholiq Hasan Lc.MA.M.Ed



 

1-  قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ 2 - مَلِكِ النَّاسِ 3   -إِلَهِ النَّاسِ

Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja manusia, Sembahan manusia

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu fungsi al-Qur`an diturunkan kepada manusia adalah sebagai obat (Qs. Al-Isra: 82). Obat segala penyakit, baik itu yang sifatnya jiwa maupun badan. Walupun utamanya al-Qur`an sebagai obat bagi jiwa-jiwa yang sakit karena tidak mengetahui mana yang  haq dan mana yang batil (Qs. Al-Baqarah:185). Diantara fungsi al-Quran sebagai obat dapat dirasakan dalam kandungan surat yang sedang kita bahas ini. Dimana surah an-Naas ini adalah satu dari dua surah yang dikenal dengan sebutan al-Mu`awwidzatain atau dua surah perlindungan yaitu surah an-Naas dan al-Falaq. Dan sebagaimana disebutkan dalam hadits, sejak turunnya kedua surah tersebut Rasulullah saw selalu membacanya untuk sebagai perlindungan dirinya (HR. al-Baihaqi).

Didalam tiga ayat pertama surah an-Naas ini, Rasulullah saw. dan juga umatnya diperintahkan untuk memohon perlindungan kepada Allah sebagai Rabb yang memelihara, merajai dan menjadi sesembahan manusia. Karena sudah menjadi tabiat manusia yang lemah untuk mencari perlindungan kepada sesuatu yang dianggap kuat dan mampu untuk menghindarkannya dari suatu bahaya. Sesuatu yang dianggap mampu itu tidak keluar dari tiga hal: Pertama; Yang memelihara dan mengatur, kepadanya kembali segala kebutuhan, termasuk kebutuhan itu adalah keselamatan dari segala marabahaya. Kedua, Yang memiliki kekuatan dan kekuasaan penuh, sehingga apa yang menjadi keputusannya dapat terlaksana, apabila ada orang yang meminta perlindungan, Ia dapat memberikannya. Seperti raja yang dengan kekuasaaannya yang mampu mencegah suatu kejahatan. Ketiga adalah Tuhan yung dijadikan sesembahan. Yang menjadikan seorang hamba yang memurnikan penyembahan kepada-Nya, tidak akan memohon sesuatu kecuali kepada-Nya dan kepada-Nya seluruh kebutuhan hamba-hamba-Nya. Tidak ada keingin kecuali yang apa yang Ia inginkan dan tidak ada perbuatan kecuali atas kehendak-Nya. Jika demikian, maka ketahuilah bahwa Allah sebagaiamana disebutkan dalam surah ini adalah Rabbun Naas, Maalikin Naas dan Ilahin Naas.

Ketiga sifat agung tersebut telah Allah kumpulkan dalam satu ayat, yaitu:

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ (6)

Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Rabb kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (Qs. Az-Zumar:6). Dan Allah telah menjelaskan sebab ke-Rububiyyah dan Uluhiyyahan-Nya dalam ayat “(Dia-lah) Rabb masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.” (Qs. Al-Muzammil:9). Sedangkan sebab ke-Mulukiyyahan-Nya, Allah sebutkan dalam ayat “Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan” (Qs. Al-Hadid:5).

Dan sebagaimana kita lihat dalam tiga ayat ini, penyebutan ketiga sifat Allah (Rabbun Naas, Maalikin Naas dan Ilahin Naas), tidak terdapat dianatranya kata sambung (`athof). Padahal seharusnya antar sifat tersebut disambung dengan huruf `Athaof. Hal ini menunjukkan bahwa setiap sifat tersebut cukup menjadi sebab untuk menolak suatu kejahatan. Begitupula kata an-Naas (manusia) diulang tiga kali, untuk memberikan kepastian kepada setiap manusia, bahwa setiap sifat dari ketiga sifat Tuhan tersebut, walaupun tanpa menyertakan sifat lain-Nya, cukup untuk dijadikan sebagai sebab tertolaknya sebuah kejahatan [1]. Bisa juga pengulangan kata an-Naas dalam surah ini untuk menunjukan kemuliaan manusia diantara makhluk-makhluk lainnya. Sehingga disebutkan secara jelas tanpa menggunakan kata ganti.[2] Atau sebaliknya pengulangan an-Naas menunjukkan bahwa manusia itu adalah seburuk-buruk makhluk-Nya. Karenanya Allah menjelaskan diakhir surah al-Qur`an ini bahwa Dia adalah (Rabbun Naas, Maalikin Naas dan Ilahin Naas).[3] Hal ini diantara tujuannya agar manusia itu selalu sadar atas potensi keburukan yang dimilikinya, sehingga ia selalu memohon perlindungan kepada Rabbun Naas, Maalikin Naas dan Ilahin Naas.

Adapun kata (مَلِكِ) “Raja”, menurut Quraish Shihab, biasanya digunakan untuk penguasa yang mengurus manusia, berbeda dengan kata (مَالِكِ) “Pemilik”, yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kekkuasaan si pemilik terhadap sesuatu yang tidak bernyawa. Oleh karena itu wajar jika ayat ke dua surah an-Naas, kata yang digunakan adalah (مَلِكِ ِ) dan tidak boleh dibaca panjang (مَالِكِ) sebagaimana dalam surah al-Fatihah yang (Mimnya) dapat dibaca pendek dan panjang. Disamping kesan yang ditimbulkan oleh kata “Raja” dari sisi kekuasa dan keaguangan melebihi kesan yang dimiliki kata “Pemilik”[4]. Lebih lanjut, dalam surah an-Naas ini berbicara tentang permohonan perlindungan kepada Allah dari perbagai kejahatan yang timbul dari jin dan manusia. Dan itu semua tergantung kepada manusianya sendiri, apakah mau meminta perlindungan dari Allah atau tidak. Dalam hal ini Allah tidak memposisikan sebagai pemilik manusia meskipun pada hakekatnya semua yang ada didunia ini adalah milik Allah. Namun Allah dalam ayat ini memposisikan sebagai “Raja” bukan “Pemilik” manusia. Itu artinya Allah hanya mau mengfungsikan diri-Nya sebagai pengatur, pengayom dan pelindung bagi manusia, tidak memilikinya. Sekalipun Allah sangat mampu untuk bertindak sebagai pemilik bagi manusia tersebut.[5]   



[1] -  Al-Miizân fi Tafsir al-Qur’ân,Sayid Muhammad Husain Thabathabai, h. 20/459.

[2] - At-Tafsir al-Munir,Wahbah az-Zuhaili, h. 15/ 885

[3] - Mafatihul Ghoib, Ar-Razi, h. 32/181

[4] - Tafsir al-Misbah, Quraisy Syihaab, h. 15/641

[5] - Lih: Tafsir Kontemporer Surah al-Fatihah, Nasruddin Baidan, 63.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194