Tafsir Al-Ikhlas (ayat 3) - TERLENGKAP

Dr. KH. Moh. Abdul Kholiq Hasan Lc.MA.M.Ed

 

3-   لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan

 

Didalam kedua ayat sebelumnya adalah redaksi itsbat atau penetapan apa yang menjadi hak Allah sebagai Tuhan sesembahan untuk di Esakan dan dijadikan sebagai tempat tumpuan seluruh harapan. Sedang dalam ayat ini dan berikutnya adalah nafyun atau meniadakan sesutu yang tidak pantas bagi Tuhan yang Maha Esa dan Maha Shomadiyyah (tumpuan harapan) yang sepurna. Maka dalam ayat ini, Allah tegaskan bahwa Dia Tuhan tidak beranak apapun bentuknya dan jenisnya dan tidak pula dilahirkan dari apapun bentuknya dan jenisnya. Maka hakekat Allah itu tetap, abadi dan azali, Dia tidak berubah-rubah dengan perubahan kondisi, sifat-Nya adalah sempurna dan mutklaq dalam kondisi apapun.[1]  Karena Dia adalah Maha Awwal tanpa permulaan dan Maha Akhir tanpa ujung. Allah berkalam:  هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآَخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Hadid:3).

 

Penggunaan (لَمْ) berfungsi untuk menafikan sesuatu yang telah lalu. Hal ini memberikan isyarat bahwa selama ini telah beredar sebuah kepercayaan Tuhan itu beranak dan diperanakkan. Maka untuk meluruskan kekeliruan semacam itu yang paling tepat adalah menggunakan redaksi yang menafikan sesuatu yang telah lalu. Seakan ayat ini menyatakan bahwa, “Kepercayaan kalian keliru, Allah tidak pernah beranak atau diperanakan.[2]

 

Oleh kerena itu ayat ini secara tegas menafikan dan menolak kepercayaan yang menyatakan bahwa Allah itu memiliki anak atau ayah. Apapun itu bentuknya dan macam nya. Seperti kepercayaan batil orang Yahudi yang menjadikan Uzair anak Tuhan (Qs.at-Taubah:30) atau orang Nasrani (Kristen) yang menjadikan Isa anak Tuhan (Qs. Al-Maidah: 73, At-Taubah: 30)  dan orang Musyrik yang menjadikan Malaikat sebagai anak perempuan Tuhan (Qs. Az-Zukhruf:16). Semua kenyakinan itu dan yang serupa dengannya, secara tegas ditolak oleh Islam dan dinyatakan sebagai sebuah golongan yang sesat dan murkai Allah. Sebagaimana Allah terangkan mereka di akhir surah al-Fatihah yang telah kita bahas sebelumnya.  wal-iyadzu billah.



[1] - Fii Dhilalil Qur`an, Sayyid Qutub, Maktabah Syamilah, h. 8/129.

[2] - Tafsir al-Mishbah, Qurasy Shihab, h. 15/615.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194