Tafsir Al-Falaq (ayat 3) - TERLENGKAP
3. وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
dan
dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita
Setelah Allah memerintahkan kepada kita untuk memohon
perlindungan kepada-Nya dari segala kejahatan seluruh makhluq, dalam ayat ini
Allah mengkhususkan untuk memohon perlindungan dari kejahatan malam apabila
telah gelap. Karena diwaktu malam, umumnya manusia sedang istirahat
dan tidur pulas. Dalam kondisi semacam itu manusia seperti mati, ia tidak
sadarkan diri. Kejahatan atau
keburukan apapun yang menimpanya bisa terjadi. Disamping itu,
datangnya kegelapan dimalam hari, juga membuka peluang munculnya berbagai
kejahatan, baik yang dilakukan manusia seperti pencurian, juga kejahatan dari berbagai hewan yang sukanya muncul dimalam
hari. Dapat berupa serangga, hewan melata atau hewan berbahya lainnya.
Kegelapan sendiri sudah cukup mebuat orang takut, karena sesuatu tidak lagi
terlihat dengan jelas darinya.
Oleh karena itu masyarakat agamis
cenderung memandang negatif istilah dunia malam. Karena berbagai kemaksitan dan
kejahatan cendrung mudah dilakukan secara leluasa dengan berselimut dibawah
gelapnya malam dari pada disiang hari. “Orang yang
tenggelam dalam lautan hawa nafsu, yang tidak lagi menuntut kesucian hidup,
pada malam hari itulah dia keluar dari rumah ke tempat-tempat maksiat. Di malam
harilah harta-benda dimusnahkan di meja judi atau dalam pelukan perempuan
jahat. Di malam hari suami mengkhianati isterinya. Di malam harilah gadis-gadis
remaja yang hidup bebas dirusakkan perawannya, dihancurkan hari depannya oleh
manusia-manusia yang tidak pula mengingat lagi hari depannya sendiri”. (http://tafsir.cahcepu.com/alfalaq).
Dan dimalam hari pula kebanyakan orang melakukan rencana-rencana buruk juga dilakukan diwaktu
malam. Sebagaimana Allah terangkan dalan surah An-Nisa`:108. “Mereka bersembunyi dari manusia,
tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka,
ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak
redlai. Dan adalah Allah Maha
Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan”.
Dalam sebuah hadits, diterangkan
bahwa makna (غَاسِقٍ) adalah
bulan. Sebagaimana dalam riwayat Imam Ahmad, bahwa Rasulullah saw menunjukkan
bulan kepada `Aisyah seraya berkata, “Wahai `Aisyah mintalah perlindugang
kepada Allah dari keburukan ini “ghoosiqin idza waqob” (sambil menunjuk
bulan). Tentu makna hadits ini tidak bertentangan dengan keterangan diatas.
Karena tidak dipungkiri adanya bulan disalah gunakan sebagian orang untuk
kepentingan-kepentingan kejahatan seperti sihir. Bisa jadi Rasulullah
mengajarkan kita agar terhindar dari kejahatan yang timbul dari memandang
bulan. Dimana banyak orang tergelincir dengan keindahan bulan sehingga
menjadikannya sebagai sesembahan, atau mininal pandangan itu melaikan dari
pencipta-Nya. Namun berbeda apabila seseorang melihat keindahan bulan atau alam
semesta lainnya akan menambah keyakinannya atas keaguangan Allah, tentu hal semacam
itu dipuji dan dianjurkan. Lihatkan bagaimana Allah memuji Ulil Albab karena
mereka, sebagaimana Allah kalamkan, “(yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Qs. Ali Imran: 191). Bahkan dalam
ayat lain, Allah secara tegas memuci orang-orang yang menghidupakan malam untuk
beribadah dan bermunjah kepada Allah, terutama diwaktu sahur. Allah berkalam, “Dan
orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (Qs. Al-Furqon: 64) dan selurh kandungan surah
al-Musammil yang berisi keutamaan menghidupakan malam hari untuk ibadadah.
Komentar
Posting Komentar