Tafsir Al-Falaq (ayat 1) - TERLENGKAP

Dr. KH. Moh. Abdul Kholiq Hasan Lc.MA.M.Ed




 

1.   قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan segala yang terbelah.

Setelah Allah menyebutkan dalam surah al-Ihlas tentang identitas kesempurnaan Tuhan yang berhak disembah dan tidak ada yang menyerupai atau menyamai-NYa, maka dalam surah ini diterangkan kewajiban memohon perlindungan kepada Tuhan tersebut dari berbagai bentuk kejahatan dan keburukan yang ada, baik lahir maupun batin, baik yang terlihat maupun yang samar, baik yang telah, sedang atau akan terjadi. Karena hanya Tuhan yang Maha Sempurna yang dapat memberikan jaminan perlindungan secara sempurna. Jaminan perlindungan dan keselamatan tersebut Allah proklamirkan supaya jelas dan diketahui kalayak umum dengan memerintahakan kepada Rasulullah-NYa untuk mengatakan kepada seluruah manusia yang dapat memahami perkataan tersebut. Maka Allah kalamkan “Katakanlah !, "Aku berlindung kepada Tuhan…”

 

Sebagaiamana telah disinggung sebelumnya, bahwa penggunaan kata (قُلْ) “Katakanlah” dalam surah ini dan lainnya adalah sebagai salah satu bukti keotentiakan al-Quran. Diriwayatkan dari Zir bin Hubais berkata, “Saya bertanya kepada `Ubai bin Ka`b tetang al-Mu`awwidzatain, saya berkata, “Wahai Abul Mundzir, sesungguhnya saudaramu Ibnu Mas`ud berkata begini dan begini”. Ia mengatakan, “ Saya bertanya kepada Rasulullah, lalu ia bersabda, “Dikalamkan kepada ku “Qul” maka saya menucapakan begitu. Maka kami mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh Rasulullah saw (yakni menetapkan kata “Qul”). (HR. Bukari).

 

Berkain dengan surat al-Mu`awidzatain ini, ada sebagian orang yang hatinya dipenuhi kedengkian kepada al-Qur`an, mereka mengatakan bahwa surat al-Mu`awidzatain tidaklah termasuk dapat al-Qur`an. Mereka mencomot riwayat yang dinisbahkan kepada Ibnu Mas`ud. Padahal sahabat Ibnu Mas`ud terbebas dari tuduhan semacam itu, seperti bebasnya srigala yang dituduhkan telah memangsa nabi Yusuf. Kalaupun riwayat yang dinisbahkan kepada Ibnu Mas`ud itu benar, maka permasalahannya adalah bukannya Ibnu Mas`ud menolak al-Mu`awidzatain itu bagian daripada al-Qur`an, tetapi dia hanya melihat bahwa al-Mu`awidzatain sudah sangat populer dan tidak mungkin lupa dari ingatannya, maka menurutnya tidak perlu dicantumkan dalam mushaf yang dimilikinya. Oleh karena itu, mereka yang menuduh Ibnu Ma`ud sebenarnya tidak jujur dalam menyampaikan riwayat Ibnu Mas`ud, karena pada akhirnya Ibnu Mas`ud juga menerima ketetapan Ijma` shabat tentang al-Mu`awidzatain dan mencantumkan dalam mushafnya.[1]   

 


Didalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kita orang yang mengimani kebenaran al-Quran, untuk memohon perlindungan dan keselamat kepada Allah, Tuhan al-Falaq. Kata al-Falaq secara umun diartikan oleh para ahli bahasa adalah segala sesuatu yang terbelah. Imam al-Alusi dalam tafsirnya[2] menjelaskan, bahwa kata al-Falaq memiliki arti memisah atau membelah. Dan Allah adalah dzat yang membelah dan memecahkan sesuatu yang ada alam semesta ini. Allahlah yang memancarkan air dari sela-sela pecahan bebatuan digunung. Dan hujuan dari sela-sela awan yang ada dilangit, dan anak yang membelah Rahim, menumbuhkan tanaman dari dalam perut bumi dan membelah pagi dengan malam dan membalelah malan dengan pagi dan sebagainya. Penggunaan makna semacam ini dapat kita lihat dalam kalam Allah surah al-An`am: 95 dan 96.

إِنَّ اللَّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَمُخْرِجُ الْمَيِّتِ مِنَ الْحَيِّ ذَلِكُمُ اللَّهُ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ (95)

Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?

فَالِقُ الْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (96)

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Dari kata al-falaq yang menunjukan makna terpisah atau terbelah ini, oleh sebagian ulama tafsir diartkan dengan waktu subuh. Karena waktu itu adalah yang memisahkan dari waktu malam dan siang. Ada pula yang tentap memahami makna umum dengan pengertian segala sesuatu yang terbelah dari ciptaan Allah.[3] Baik itu berupa mata air, hewan, waktu, tumbuh-tumbuhan, biji-bijian, bahkan boleh jadi ciptaan alam yang menurut teori Big Bang bermula dari ledakan dahsyat sehingga terjadi pecahan-pecahan artikel yang akhirnya berkembang menjadi alam jagat raya atas izin Allah. Bahkan lebih jauh, ada ulama yang memahami bahwa dalam frase (أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ), memberikan isyarat tentang munculnya cahaya setelah kegelapan, keluasan setelah kesempitan, kemudahan setelah kesulitan.[4]

Walhasil, ayat ini mengaskan bahwa Allahlah yang membelah seluruh ciptaan-Nya appaun itu bentuknya dan macamnya. Karenanya seluruh makhluk membutuhkan kepada-Nya dalam kondisi apapun, untuk itu pantas jika Dia swt dijadikan sebagai tempat untuk memohon perlindungan.



[1] - Jam`ul Qur`an Fii Marahilihi at-Taarikhiyah min Ashrin Nabawi ila `Ashril Hadits,  Muhammad Syar`I Abu Zaid, h. 178-181.

[2] - Ruhul Ma`ani, al-Alusi,h. 23/185.

[3] -Lih: al-Bahrul Bukhith, h. 11/51, Mafatihul Ghoib, h. 31/176, at-Tafsir al-Wasith, h. 4580, Lisanul Arab, Ibnul Mandzur, 10/309.

[4] - Ruhul Ma`ani, al-Alusi, h. 23/185.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194