Taqwa adalah Bekal Terbaik
Dr. KH. Moh. Abdul Kholiq Hasan Lc.MA.M.Ed
Tidak dapat dipungkiri, bahwa perjalanan
haji membutuhkan bekal materi yang tidak sedikit. Minimal untuk biaya haji
kurang lebih sekarang ini sekitar 35 an juta. Belum lagi ditambah berbagai
biaya acara tasyakuran atau selametan yang mungkin dua kali lipat lebih besar.
Karena itu, menjadi persyaratan dhahir bagi orang yang hendak haji
adalah adanya kemampuan secara fianansial. Lebih dari itu, ada bekal yang jauh
lebih penting untuk dipersipkan dari sekedar kebutuhan financial. Karena
kebutuhan finansial jauh lebih mudah bagi setiap orang untuk mendapatkannya. Apalagi
sekarang dengan adanya dana talangan haji, setiap orang mudah untuk
mengaksesnya. Kebutuhan yang perlu dipersiapkan dan ini tidak mungkin ada yang
siap menalangi, karena sifatnya yang individu adalah bekal non materi.
Bekal non materi itu secara mudah
tercakup dalam kata taqwa. Diriwayatkan, bahwa ketika Rasulullah saw melepas
seorang pemuda yang akan berangkat haji, Rasulullah berkata kepadanya, “Semoga
Allah membekali anda dengan taqwa” (HR. Turmudzi). Taqwa sebagaimana
dijelaskan oleh ulama adalah kumpulan dari berbagai kebaikan. Dengan taqwa
orang akan mampu mengendalikan dirinya dan nafsunya dari perbuatan yang tidak
di cintai oleh Allah. Dengan taqwa, seseorang akan mampu bertahan untuk tetap
ihlas dan istiqomah dalam menjalankan ritual ibadah haji dan umrah yang tidak
jarang melelahkan. Berbagai perbuatan nista dan sia-sia seperti emosi, marah,
dengki, ucapan kotor atau perbutan keji dan mungkar yang dapat terjadi saat
haji atau umrah, dapat dihindari oleh seseorang yang berbekal penuh dengan
keytaqwaan. Tentu, semakin banyak bekal ketaqwaan yang dimiliki seseorang
ketika haji atau umrah, maka sebanyak itu pula ia akan mampu bertahan dalam
kebaikan. Sebaliknya apabila bekal ketakwaan itu tidak cukup atau sangat minim,
maka dengan mudah seseorang akan jatuh dalam berbabagai kemungkaran dan
kemaksiatan, sekalipun ia sedang haji atau umrah.
Ketaqwaan
sebagai bekal terpenting dalam perjalanan hidup, khususnya dalam haji telah
Allah swt tegaskan dalam al-Qur`an yang artinya: “(Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik
dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal.” (al-Baqarah: 197).
Ketaqwaan disamping menjadi benteng
kokoh bagi kejiwaan seorang mukmin, ketaqwaan juga akan memberikan berbagai
keuatamaan bagi yang memilikinya. Diantara keutamaan itu adalah
1- Taqwa solusi dari berbagai masalah. Baik yang bersifat materi maupun
non materi. Sebagaimana Allah swt janjikan dalam surah ath-Thalaq:2-3. “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya”.
Tidak dapat
dihindari, apabila kita melakukan ibadah haji, berbagi cobaan dan kendala
sering muncul dan akan kita jumpai. Baik ketika dalam perjalanan, penginapan
atau ketika menunaikan manasik haji atau bahkan dalam perjalanan pulang. Tak
jarang orang sering mengeluh ketika harus berdesak-desaan dalam satu ruangan
atau antri panjang hanya sekedar untuk memperoleh sesuap nasi atau air minum.
Dengan berbekal taqwa, atas izin Allah berbagi cobaan dan rintangan selama
haji, Allah akan berikan berbagai solusi dan kemudahan. Bisa jadi solusi itu
datang tanpa kita sangka-sangka. Itulah salah satu kekuatan taqwa yang dijanjikan
Allah kepada hamba-Nya.
Seorang ulama
salaf bernama Umar bin Usman ash-Shidfi, ketika mengomentari ayat diatas
mengatakan bahwa, “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, menjaga
batas-batas-Nya, menjahui berbagai kemaksiatan, maka Allah akan mengeluarkannya
dari keharaman menuju kehalalan, dari kesempitan menuju kelonggaran, dari
neraka menuju ke surga dan akan diberikan kemudahan rizki dari yang tidak di
sangka-sangka”. Atau keberkahan dalam rizki menurut Ibnu `Uyainah (lih: at-Taqwa:
47).
2-
Allah memudahkan urusannya. Sebagaiama Allah jelaskan dalam surah
ath-Thalaq ayat 4 “Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
Semua orang di dunia
ini pastilah mempunyai urusan yang ia hadapi, baik urusan kecil atau besar. Dan
sudah pasti semua orang urusannya dapat diselesaikan dengan baik. Termasuk
dalam hal ini adalah perjalanan ibdah haji atau umrah yang kita lakukan. Kita semua
pengin sekali haji atau umrah kita berjalan lancar tanpa halangan apapun,
menunaikannya dengan penuh hidmat dan kekhusyuan, semua doa dikabulkan, sehat
selama haji dan pulang kembali kekampung halaman dengan mendapatkan prediket
haji mabrur. Begitulah sekiranya harapan semua orang yang datang ke Baitullah
di Makkah. Semua itu dengan izin Allah akan mudah diperoleh, jika kita berbekal
dengan tawqa.
Sayyid Qutb
dalam Fii Dzilalil Quran menjelaskan, bahwa “Mendapatkan kemudahan dalam
sebuah urusan adalah harapan dan keinginan setiap manusia. Hal itu sungguh
merupakan nikmat yang besar, sekiranya Allah memudahkan urusan hamba-Nya,
sehingga ia tidak merasa lelah, capek dan kesulitan. Ia mendapatkan urusannya
dengan mudah dalam kesadaran dan kemampuannya” (Fii Dhilalil Qur`an: 7/239).
3-
Mendapatkan Keberkahan hidup. Sebagaimana Allah sebut janjikan
dalam surah al-A`raf: 96 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya”.
Dimasa sekarang
ini banyak orang yang tidak lagi menghiraukan apa itu keberkahan hidup.
Banyaknya materi dan mewahnya kehidupan, menjadi satu-satunya tujuan harus
dicapai sekalipun menghalalkan berbagai cara.
Berkah secara
bahasa adalah banyaknya kebaikan dan bertambahnya (At-Tahrir wa at-Tanwir:
1359). Berkah adalah subtansi dan inti dari apa yang kita dapatkan dalam
kehidupan ini. Jika itu harta, maka harta itu akan selalu mengantarkan kepada
kebaikan kita untuk kehidupan dunia kaherat. Harta yang kita miliki tidak
memalingkan cinta kita dari Allah dan Rasul-Nya. Jika itu ilmu, maka keberkahan
ilmu itu akan selalu membimbing kita kepada kebenaran dan menjadi cahaya dalam
kegelapan. Bukan malah menjadi alat memperkaya diri atau untuk pembodohan
kepada orang lain. Begitu pula keberkahan haji dan umrah. Haji atau umrah yang
dilaksanakan akan selalu mendorong untuk mengingat berbagai kenikmatan dan
kesempatan yang diberikan oleh Allah. Prediket haji yang diperoleh bukan
sebagai simbul prestis untuk dibanggakan. Dan bukan juga sebagai komuditi
sosial yang perjual belikan. Akan tetapi mampu menjadi kekuatan yang akan selalu
melahir prilaku perubahan menuju kebaikan baik untuk pribadi atau masyarakat
sekitarnya.
Demikianlah makna taqwa dan
keutamaannya bagi orang haji. Lalu bagaimana caranya kita mendapatkan ketaqwaan
itu. Taqwa sebagaimana ihlas adalah sikap kejiwaan batin atau hati seseorang
yang bersumber dari kedalaman dan ketajaman keimanan kepada Allah. Sikap kejiwaan
semacam itulah yang akan mampu menyikapi berbagai fenomena luar dengan penuh
kesadaran diri sebagai orang yang beriman. Sehingga apa yang lahir dari dirinya
berupa ucapan, perbuatan atau pikiran
akan selalu disesuaikan dengan tuntunan cahanya keimanan. Dengan kata lain
taqwa adalah kekuatan ruh yang bersumber dari Allah yang akan mendorong
seseorang untuk berbuat baik.
Apabila kita sepakati bahwa pusat
pengendali jiwa manusia adalah hati, yang mana juga menjadi tempat motor
ketaqwaan sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulluh saw (HR. Muslim)[1], maka
hatipun membutuhkan nutrisi agar tetap sehat dan mampu menggerakkan motor
ketaqwaan dalam jiwa seseorang. Diantara nutrisi yang sangat dibutuhkan hati
adalah:
1-
Kecintaan
kepada Allah swt. Karena cinta menurut Ibnul Qoyyim adalah pohon yang ada dalam
hati. Akarnya adalah kehinaan kepada
sang kekasih. Tiangnya adalah mengetahui-Nya. Cabangnya adalah takut kepada-Nya,
dedaunannya adalah malu kepada-Nya, buahnya adalah ketaatan dan bahan untuk
menyiraminya adalah dzikir mengingat-Nya (Raudhatul Muhibbin: 409).
2-
Dzikrullah atau berzikir, ingat selalu kepada
Allah. Dengan memperbanyak dzikir kepada Allah akan lahir rasa tenang dalam
jiwa. Sebagaimana Allah jelaskan dalam al-Qur`an “Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS. Ar.Ra`d:28).
3-
Selalu
merasa diperhatikan oleh Allah, dimanapun dan kapanpun berada. Sehingga muncul
perasaan malu untuk bermaksiat kepada Allah.
4-
Mengetahui
dan menyadari efek negatif dari sebuah kemaksiatan. Diantara efek sebuah
kemaksiatan adalah Ibnu Abbas r.a berkata tetang pengaruh amal kebaikan dan
kemaksiatan: " sesungguhnya sebuah kebaikan itu akan memberikan kecerahan
diwajah, dan cahaya dihati, keluasan rizki,
badan kuat, kecintaan dihati makluq, dan sesungguhnya kemaksiatan akan
membuat buram diwajah, kegelapan dihati dan dikuburan, badan lemah, rizki
berkurang, dan ketidak sukaan makluq kepadanya" (Fafirru ilallah, Abi dzar al-Qolmuni, 29).
5-
Mengetahui tipu daya syaitan. Dengan menyadari
bahwa setan dan bala tentaranya akan selalu berusaha tanpa putus asa untuk
membujuk dan merayu manusia menjauhkan dari jalan kebenaran. Berbagai tipu
muslihat akan selalu dilancarkan kepada keturunan Adam untuk berpaling dari
petunjuk Allah. Maka, jadikanlah setan itu sebagai musuh yang harus dilawan
bukan dituruti. Karena menuruti kemauan
setan itu berati melawan Allah dan rasul-Nya. Wal iyadzu billah. Allah berkalam,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti
langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan,
maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang
mungkar”. (QS.
An-Nuur:21).
[1] - Rasulullah saw bersabda, “Taqwa itu di sini” sambil menunjuk ke arah dadanya tiga kali.
DARI elQI TV :
Komentar
Posting Komentar