Tazkiyyah 10: Mari Sebarkan Perdamaian
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Mari Sebarkan Perdamaian
Oleh: DR. Moh Abdul Kholiq Hasan el-Qudsy
Pembaca yang berbahagia,
Beberapa tahun terakhir ini,
berbagai konflik yang bernuansa agama sering terjadi. Baik itu di negara kita
atau tetangga kita, yang mengakibatkan jatuhnya
korban jiwa, hancurnya sejumlah rumah ibadah, serta rusaknya infrastruktur dan
tatanan sosial budaya. Kita sebagai umat mayoritas, ada kewajiban moral kaum muslim
untuk melindungi umat lainnya. Jika terjadi kesalahpahaman, kaum muslim
hendaknya mencari solusi jauh dari anarkis. Karena hal itu bertentangan dengan
ruh Islam yang menekankan kedamaian. Merusak rumah ibadah agama lain sama saja
dengan merusak Islam sendiri. Karena arti kata Islam sendiri di antaranya
adalah keselamatan.
Pembaca
yang dimuliakan Allah,
Sebagaimana sejarah mencatat,
bahwa Rasulullah setiap mengirim pasukan untuk berperang dalam rangka
menegakkan agama Allah, beliau selalu berpesan agar pasukannya menjaga akhlak
perdamaian dengan dilarang membunuh orangtua, wanita dan anak kecil, serta
dilarang merusak rumah peribadatan dan menumbangkan tumbuh-tumbuhan. Itulah
ajaran Islam sejak empat belas abad yang lampau, melalui khoirul anbiya` Nabi besar Muhammad saw. Rasulullah selalu
menjadikan peperangan sebagai solusi terakhir yang pahit. Sebelum opsi perang,
beliau selalu berpesan kepada pasukannya untuk memberikan penawaran kepada
musuh dua hal.
Pertama; berdamai dengan memeluk
Islam. Maka mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan umat Islam.
Kedua; berdamai dengan membayar
jizyah (pajak) sebagai pengganti jaminan keamanan dan pembelaan yang
diberikan pasukan Islam kepada mereka. Begitulah Rasulullah pembawa rahmat bagi
semesta alam selalu mengedepankan solusi perdamaian. Allah berkalam, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam” (al-Anbiya`: 107).
Hadirin yang berbahagia,
Perintah untuk menebarkan
perdamain ini berlangsung pada generasi berikutnya. Lihatlah misalnya ketika
Umar bin Khoththob mengirim pasukan untuk menaklukkan Yerusalem (Palestina)
dari tangan pasukan Romawi. Setelah melalui peperangan yang sengit, pasukan
Islam akhirnya berhasil merebut Yerusalem. Namun, patriark tertinggi yang memegang
kunci tembok Yerusalem menolak menyerahkan kunci, kecuali langsung kepada Umar.
Untuk kepentingan ini, Umar pun datang ke Yerusalem. Di tanah yang baru direbut
itu, belum ada masjid, yang ada hanya gereja-gereja. Ketika Umar hendak
melaksanakan shalat, ia dipersilakan oleh sang pendeta agar shalat di dalam
gereja saja, namun Umar menolaknya. la lebih memilih shalat di atas tanah
berpasir tanpa atap. Mengapa? Ternyata, ia takut kalau gereja tersebut suatu
ketika diambil alih oleh penerusnya hanya karena Umar pernah shalat di situ.
Sebuah pembelajaran tentang menghormati eksistensi agama lain. (lih:
http//mimbarjumat.com).
Pembaca yang berbahagia,
Teladan lain tentang perdamaian dicontohkan oleh imam
Ali. Dalam sebuah peperangan 'Ali menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di
atas dada orang itu dan menempelkan
pedangnya ke leher orang itu. Tetapi sekali lagi dia tidak membunuh
orang itu. "Mengapa kamu tidak membunuh aku?" Orang itu
berteriak dengan marah. "Aku adalah
musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?,' Dan dia meludahi muka 'Ali. Mulanya
'Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu
dan menarik pedangnya. "Aku bukan musuhmu", Ali menjawab. "Musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk
yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi
engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku
menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan
seperti itu, aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh.
"Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?" orang itu
bertanya. "Tidak. Pertempuran adalah antara kebenaran dan kepalsuan".
'Ali menjelaskan kepadanya. "Meskipun engkau telah
meludahiku, dan mendesakku untuk
membunuhmu, aku tak boleh." "Dari mana datangnya ketentuan semacam
itu?" "Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam." Maka segera ketika
itu orang tersebut meminta Ali untuk mengajarinya dua kalimat syahadat
(http://media.isnet.org/isnet/).
Demikianlah Islam mengajarkan kepada umat tentang sebuah
perdamaian yang berdiri diatas kehormatan dan kemuliaan Islam. Bukan dengan
menyerah atau menjual kenyakinan agama karena kepentingan sementara. Wallahu
waliyyut Taufiiq.
http://mkitasolo.blogspot.com/
Komentar
Posting Komentar