Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 37-39







بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
MAJLIS KAJIAN INTERAKTIF TAFSIR AL-QUR`AN
(M-KITA) SURAKARTA




Allah berkalam:

الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا (37) وَالَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَمَنْ يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَاءَ قَرِينًا (38) وَمَاذَا عَلَيْهِمْ لَوْ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقَهُمُ اللَّهُ وَكَانَ اللَّهُ بِهِمْ عَلِيمًا (39)

Artinya:
37. (yaitu)orang-orang yang bakhil dan menyuruh manusia untuk bakhil, dan mereka mnyembunyikan karunia yang telah Allah berikan kepada mereka. Dan Kami sudah mnyediakan adzab yang pedih untuk orang-orang kafir.
38. dan orang-orang yang menginfakkan harta mereka dengan riyak kepada manusia dan mereka tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan barang siapa yang menjadikan setan sebagi temannya, maka
(setan) itu adalah seburuk-buruk teman.
39. dan kenapakah mereka seandainya mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir, serta menginfakkan apa yang telah Allah rizkikan kepada mereka. Dan adalah Allah itu Maha mengetahui dengan mereka.

Makna Umum Ayat:
37. Termasuk orang yang sombong adalah orang yang bakhil, tidak mau menginfakkan hartanya di jalan Allah. Selain itu dia juga menyuruh orang lain untuk bakhil. Ini adalah sifat orang kafir, dan Allah sudah menyediakan siksa yang pedih untuk orang kafir.
38. Demikian juga orang menginfakkan hartanya bukan karena Allah tapi karena riya’/pamer, ingin dilihat/dipuji manusia, sedangkan mereka juga tidak beriman kepada Alah dan Hari Akhir, serta mereka mengikuti bisikan-bisikan setan, padahal setan adalah seburuk-buruk teman.
39.  Apa sih yang  menghalangi mereka untuk beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta menginfakkan apa yang telah Allah berikan kepada mereka? Allah Maha Mengetahui perbuatan mereka.

Penjelasan dan Hikmah:

1.    Sebab turun ayat 37 ini :

1). Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dari Sa’id bin Zubair:
Orang Bani Israil bakhil terhadap ilmu yang mereka ketahui. Mereka (Yahudi dan Nashara) lebih dulu mendapatkan wahyu dari Allah berupa Taurat dan Injil. Dalam kitab mereka sudah disebutkan karakter dan sifat-sifat Rasulullah dengan jelas, sebagaimana pengakuan Abdullah bin Salam setelah masuk Islam, dia mengatakan: “Sungguh kami sudah mengetahui sifat atau ciri-ciri Rasulullah saw  dengan sangat jelas dan jeli pada kitab kami lebih dari kami mengenali anak-anak kami.” Akan tetapi mereka tidak mau mejelaskan karekter Rasulullah saw tersebut dengan jujur. Mereka tidak mau menyampaikan kepada orang-orang, bahkan cenderung menutupi, dengan tujuan mempertahankan status quo mereka, mempertahankan posisi mereka dalam masyarakat.

2).Riwayat Ibnu Abbas:
Ada sekelompok orang Yahudi yang bakhil, tidak mau menginfakkan sebagian hartanya untuk perjuangan di jalan Allah, (ingat Qarun, dia masih saudara Nabi Musa, orang kaya tapi tidak mau menginfakkan hartanya). Perbuatan ini mereka ulang di masa Rasulullah saw bahkan mereka memprovokasi orang lain agar tidak menginfakkan hartanya untuk perjuangan di jalan Allah. Maka turunlah ayat diatas. ‘Ala kullihal: perbedaan riwayat tentang sebab turunnya ayat ini adalah tidak masalah, sebab yang dijadikan ibrah adalah keumuman ayat tersebut.

2.    Menurut ulama, bakhil itu bukan sekedar tidak mau menginfakkan hartanya di jalan Allah, tapi mereka mengartikan: mengkufuri nikmat Allah, sehingga tidak terlihatkan bekasnya secara dhahir. Misalnya, punya uang tapi tidak mau memakai pakaian yang layak, artinya dia bakhil kepada dirinya  sendiri. (lihat surat Al-‘Adiyat : 6 & 7, kebanyakan manusia mengkufuri nikmat Allah, tidak mau menggunakan nikamt-Nya sesuai  dengan perintah Allah). Rasulullah saw telah memperingatkan dalam sabda bahwa tidak ada penyakit yang lebih parah daripada kebakhilan (HR. Abu Daud). Karena bakhil berarti telah menjadikan harta sebagai tujuan bukan hanya sekedar sarana hidup. Dan inti pokok segala kehancuran di dunia ini adalah penyembahan pada harta.

3.    Pemahaman zuhud yang salah: “Tidak mempunyai apapun, padahal hal itu semestinya halal baginya”. Tidak ada ulama yang memahami seperti itu. Bahkan kalau kita menilik sejarah ulama terdahulu, mereka banyak yang kaya. Misalnya saja: imam empat madzhab yang paling sederhana dalam hidupnya adalah Imam Ahmad. Tapi dalam prakteknya bukan berarti dia meninggalkan sesuatu yang halal. Abu Hanifah, seorang ulama yang kaya, pembisnis, tatkala melihat muridnya berpakaian compang-camping, dia tegur. Jawab muridnya ”Bukannya saya tidak punya uang tapi saya zuhud”. Langsung Abu Hanifah memberinya sejumlah 1000 dirham uang dan menyuruhnya memperbaiki hidupnya. Dan dia membawakan sebuah hadits   إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ Allah suka kalau bekas nikmat-Nya ditampakkan. Kita diberi rizki oleh Allah, tunjukkan kalau diberi rizki, berpakaian yang pantas, misalnya.

Jadi jangan salah pahami, kalau zuhud itu berarti tidak punya apa-apa. Ja’far Ash-Shadiq suatu ketika memakai pakaian mewah, ditegur muridnya. Jawab dia: apa kamu tidak suka saya beritahu bahwa Rasul mengatakan bahwa yang paling berhak menikmati kehidupan dunia ini adalah orang yang sholeh karena itu akan bermanfaat, bukan orang munafik karena akan digunakan untuk maksiat, menjauhkan umat dari Allah.

Laits, asli ulama mesir, semasa dengan Imam Malik, seorang yang ‘alim dan kaya raya. Kekayaannya per tahun 100 ribu dinar (Kalau sekarang kira-kira dua ratus milyard lebih). Tapi ulama ini tidak pernah zakat. Ternyata sebelum sampai haul sudah habis dibagikan kepada orang-orang, termasuk Imam Malik (di Madinah). Makanya jangan sampai salah paham, tidak mau serius dalam bekerja, dsb, ingatlah bahwa apa yg kita kerjakan itu karena Allah.

4.    Karena itu pengertian zuhud yang benar adalah mencukupkan diri dengan harta yang halal, tidak berarti melepaskan diri dari  sesuatu yang halal. Jadi boleh kaya asal halal.

5.    Ulama jaman dulu sangat independen, karena mereka mandiri, tidak tergantung kepada orang lain. Berbeda  dengan ulama sekarang, mana yang memberi  uang, itulah yang diturut, itulah yang dibela.

6.    Dalam ayat ini Allah melarang kita untuk bakhil, tidak mau berinfak. Bagaimana kalau tidak mempunyai apa-apa, apakah bisa bakhil? Rasulullah saw  menjelaskan: Jauhilah sifat tamak karena itu telah menghancurkan orang-orang sebelum kalian. Ketamakan meyebabkan orang memutuskan hubungan, menyuruh bakhil dan menyuruh berbuat dosa (HR. Abu Dawud, Shahih al-Bani).

7.    Penyakit bakhil bukan penyakit baru, sudah merupakan penyakit orang terdahulu. Dan bakhil itu  merusak sistem kehidupan umat. Rasulullah saw menghendaki umat ini saling menguatkan. Dan sudah dibuktikan oleh Rasulullah saw  dan para sahabatnya. Bakhil bukan hanya merusak pelakunya, tapi akan merusak sistem ekonomi.

Dalam surat Al-Hasyr: 7 disebutkan “agar harta itu tidak berputar di kalngan orang-orang kaya saja”. Yakni tujuannya agar kekayaan itu tidak hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu, tetapi bisa dinikmati oleh orang lain juga. Tapi ingat kaya bukan sebagai tujuan. Islam tidak melarang kaya tapi melarang menjadikan “kaya” sebagai tujuan, karena akan menyebabkan orang menghalalkan berbagai cara. Ini tidak bertentangan dengan hadits Rasulullah saw  “ya Allah, kumpulkan saya dengan orang-orang miskin”. Ini bukan harus hidup miskin, tapi bisa jadi gaya hidupnya sederhana layaknya orang miskin. Kekayaannya bukan menjadikan ia sombong.

8.    Perbuatan bakhil bisa disebut sebagai pendusta agama, dalam surat Al-Ma’un disebutkan:  وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (tidak mau menghasung orang lain untuk memberi makan orang miskin). Cuma sekedar nyuruh orang lain untuk berbuat bakhil, sudah dikatakan sebagai pendusta agama apalagi dia sendiri yang berbuat.  Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dzar:

عن أبي ذر قال * أمرني خليلي صلى الله عليه وسلم بسبع أمرني بحب المساكين والدنو منهم وأمرني ان انظر إلى من هو دوني ولا أنظر إلى من هو فوقى وأمرني ان أصل الرحم وان أدبرت وأمرني ان لا أسأل أحدا شيئا وأمرني أن أقول بالحق وان كان مرا وأمرني ان لا أخاف في الله لومه لائم وأمرني ان أكثر من قول لا حول ولاقوة الا بالله

Ada 7 hal yang diperintahkan Rasulullah saw , yang merupakan pilar sosial yang ingin beliau bangun:

1). “mencintai dan dekat dengan orang miskin”, artinya juga membantu, baik dengan harta maupun tenaga. Tujuannya, secara psikologis menjadikan kita bersyukur, hati kita akan tenang.

2). Dalam masalah dunia, “melihat orang yang di bawahnya, bukan orang yang di atasnya”. Ini terapi kejiwaan yang luar biasa. Banyak orang yang bertambah stress takala melihat orang yang lebih kaya dari dia. Adapun dalam masalah akhirat, kita melihat orang di atas kita, agar kita semangat.

3). “selalu menjalin shilatur rahim, walaupun kerabat itu menjahui kita” bahkan walaupun keluarga kita kafir.

4). “Tidak meminta sesuatu pun kepada orang lain”. Ini adalah pendidikan karakter, karena orang yg suka meminta-minta itu akan dikuasai orang yang dimintai tadi. Ini berlaku untuk pribadi maupun Negara. Jangan suka meminta tapi sukalah memberi.

5). “mengetakan yang benar walaupun pahit”. Kalau semua orang menganggap dirinya tidak mampu maka agama akan hilang.

6). “Tidak takut celaan apapun selagi masih berada dalam garis yang diperintahkan oleh Allah”. Enam hal ini adalah perintah, dan berat maka Rasulullah saw  memberikan cara supaya ringan, yaitu

7). Memperbanyak ucapan “laa haula wa laa quwwata illa billah”. Ini akan memperingan masalah. Menurut ahli: bacaan yang baik itu akan memancarkan energi posistif. الا بذكر الله تطمئن القلوب Kalau orang shalat dengan benar, maka dia tidak akan melakukan sesuatu yg nista karena shalat itu mencegah dari fahsya dan munkar.

9.    وَأَعْتَدْنَا menggunakan fi’il madhi. Hal ini menunjukkan bahwa sekarang surga dan neraka itu sudah ada. Tinggal menunggu waktunya.

10.  لِلْكَافِرِينَ Di sini tiba-tiba muncul kata kafir, padahal sebelumnya menyebutkan orang yang bakhil, artinya karakter bakhil itu adalah karakter orang kafir, tidak pantas untuk orang beriman. Kalaupun ada orang kafir yang dermawan itu tetap dikatakan kikir karena ia tidak mensyukuri nikmat Allah, tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kalaupun di dermawan bukan karena Allah. Karena itu mereka disebut bukan saja kikir tapi sombong.

Termasuk orang yang sombong menurut ayat ini adalah orang yang beramal tapi tujuannya salah. Yaitu orang yang menginfakkan hartanya karena manusia, bukan balasan dari Allah. Kalau infak karena Allah, lalu kita diberi sertifikat, bolehkah? Boleh asalkan bukan itu tujuannya, tapi dia harus beramal dengan ikhlas karena Allah.

11.Menjadikan setan sebagai teman, artinya mengikuti apa yang dibisikkan oleh setan. Setan itu menghias-hiasi segala perbuatan, dihiasi setan sehingga terlihat bagus atau sebaliknya. Sehingga manusia terjebak pada tipuannya, melakukan yang dilarang oleh Allah dan meninggalkan apa yang diperintah-Nya.

Oleh karena itu para ulama menegaskan, bahwa melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu bukan karena Allah itu tidak dibenarkan karena kedua-duanya bukan karena Allah. Dalam hadits shahih disebutkan ada tiga golongan yang dimasukkan ke neraka lebih dulu daripada penyembah berhala, yaitu orang alim, orang yang berperang di jalan Allah, dan orang yang menginfakkan hartanya tetapi mereka melakukannya karena riya, bukan karena Allah (HR. Muslim).

Sebaliknya orang yang beramal karena Allah, maka ia akan termasuk 7 orang yang mendapatkan naungan disiis Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, “Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR. Bukhari Muslim)

http://mkitasolo.blogspot.com/

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194