Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 19







بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
MAJLIS KAJIAN INTERAKTIF TAFSIR AL-QUR`AN
(M-KITA) SURAKARTA






Allah berkalam:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (19)
Artinya:
19-Wahai orang-orang beriman, tidak halal bagi kalian mewariskan perempuan-perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kalian menyulitkan mereka karena ingin mengambil sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik. Jika kalian tidak menyukai mereka maka bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.

Makna ayat secara global:
A-  Allah sangat menghargai wanita dan menjaga hak-hak mereka dengan baik. Salah satu buktinya adalah Allah menghapuskan tradisi jahiliyah yang dilakukan oleh orang-orang Arab. Tradisi tersebut adalah menjadikan wanita seperti barang yang dapat diwariskan apabila suaminya meninggal. Anak suami (bukan dari wanita yang dicerai) atau kerabatnya mempunyai hak penuh atas wanita yang ditinggal mati.

Dalam tradisi jahiliyah ada 4 macam perlakuan anak suami atau kerabatnya kepada wanita yang menjadi istri mayyit, yaitu:
1.       Dinikahi tanpa mahar karena dia sudah dianggap seperti harta yang turun kepada ahli waris.
2.       Dinikahkan dengan orang lain tapi maharnya diminta sebagai harta warisan.
3.       Tidak diperbolehkan menikah sampai dia mau mengganti dengan harta warisan yang didapatkan dari bapaknya.
4.       Tidak diperbolehkan menikah dengan siapa pun sampai mati lalu harta wanita tersebut jadi milik mereka.

Perbuatan di atas adalah perbuatan yang sangat jahat dan zhalim. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menghapus tradisi tersbut. Islam datang membawa keadilan bagi manusia. Wanita juga manusia seperti laki-laki. Tak sepantasnya laki-laki semena-mena terhadap wanita. Orang yang mengaku beriman tidak akan mungkin melakukan kezhaliman seperti di atas.

B-   Disamping itu, dalam ayat ini Allah ingin mengingatkan dengan perintahNya kepada para lelaki supaya mereka bergaul dengan pasangan mereka dengan baik. Tidak semena-mena. Sebenci apapun harus tetap baik kepada mereka. Sebab bisa saja lelaki membenci istrinya padahal banyak kebaikan yang ada pada istri tersebut. Ayat ini meski berkaitan dengan suami istri, tetapi juga berlaku dalam berbagai aspek dalam bergaul kepada orang lain. Bila kita membenci sesuatu, maka jangan lupa bahwa bisa saja Allah menjadikan banyak kebaikan dalam apa yang kita benci. Sehingga di sini kita diingatkan untuk selalu obyektif dan tidak berlebihan dalam membenci sesuatu atau seseorang.


Penjelasan dan hikmah dari ayat 19:

1. Para ahli tafsir berbeda pendapat dalam menentukan kepada siapa ayat ini ditujukan. Ada yang mengatakan:
Pertama : لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ   ini ditujukan kepada para ahli waris mayyit. Sehingga maknanya menjadi larangan bagi para ahli waris untuk menganggap istri yang ditinggal mati mayyit itu seperti barang yang bisa diwariskan secara paksa dan mereka juga dilarang untuk mempersulit pernikahan istri tersebut dengan lelaki yang diinginkan dengan  tujuan adalah untuk mengeruk manfaat dari sebagian apa yang telah diberikan kepada istri tersebut yaitu mahar atau warisan. Mereka mengambil dengan paksa mahar yang sudah diberikan kepadanya oleh suami yang meninggal dengan cara dinikahi atau dinikahkan dengan orang lain lalu maharnya diambil atau dicegah untuk menikah dengan orang lain dan memberikan syarat  boleh menikah asal mengembalikan mahar tersebut. Perbuatan semacam itu sangat dilarang oleh Islam.

Kedua: Potongan ayat  لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا  ditujukan kepada para ahli waris mayyit sedangkan وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ  ditujukan kepada para suami. Jadi suami tidak boleh mempersulit kehidupan istrinya dan menjadikan dia susah dengan  tujuan agar bisa mengambil kembali sebagian mahar yang sudah diberikan, karena mungkin saja istri tidak kuat dengan perlakuan suaminya lalu dia minta cerai sehingga sebgaian mahar harus dikembalikan ke suami. Cara semacam ini merupakan kelicikan sang suami yang sangat ditentang oleh Islam.

2.       Di dalam Islam sudah menjadi ketetapan bahwa apabila seorang istri yang minta cerai itu karena kesengajaan (kelicikan) suami, maka tidak ada kewajiban istri untuk mengembalikan mahar. Tetapi kalau talak itu murni dari permintaan istri, maka sebagian mahar harus dikembalikan.

3.       Seorang suami boleh mentalak istri dan mengambil kembali mahar yang dulu telah diberikan sebagian atau seluruhnya, apabila istri melakukan secara benar-benar jelas telah mealkukan perzinaan atau perselingkuhan.

4.       Salah satu tujuan menikah adalah untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Pernikahan itu menghalalkan sesuatu yang haram dilakukan terhadap ajnabi. Yang semula memasukkan ke neraka, dengan menikah jadi memasukkan ke surga. Maka, jangan sampai tujuan itu tidak tercapai. Orang Islam yang benar-benar melaksanakan ajaran Islam dengan baik tidak mungkin menzhalimi keluarganya. Rasulullah saw. bersabda : khairukum khairukum li ahlihi, artinya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Maka dari itu, hendaknya setiap pasangan, baik suami mapun istri sama-sama menjaga perasaan pasangannya.

5.       Nusyuz atau pembangkangan dalam rumah tangga tidak hanya dilakukan oleh istri saja. Suami juga bisa melakukan nusyuz. Salah satu nusyuz yang dilakukan oleh suami adalah dengan memperlakukan istri secara kasar dan tanpa perasaan supaya istri tidak betah hidup bersama suami tersebut sampai dia meminta cerai dan suaminya mengambil kembali mahar yang dulu pernah diberikan. Nusyuz lainnya adalah suami tidak mau memberikan nafkah lahir atau batin kepada istri. Dalam Islam, seorang suami dilarang keras berbuat semena-mena terhadap istri. Bila dia telah memilih seorang perempuan untuk dijadikan istrinya, maka dia pun harus bertanggungjawab untuk merawatnya dengan baik, memaklumi kekurangannya dengan berusaha untuk membantunya berbenah diri, mensyukuri kelebihannya dan membantu untuk mempertahankannya, dll.

6.       Sebagai seorang suami, jangan selalu menuntut hak untuk dibaiki terus tetapi melupakan kewajiban kepada istri. Tidak hanya istri yang dituntut untuk melayani suami tetapi juga suami berkewajiban untuk melayani istri, berpenampilan baik di hadapan mereka, dll. Baik istri maupun suami harus bisa saling menjaga hati pasangannya, dengan cara masing-masing harus berpenampilan baik, supaya tidak melihat kepada orang lain.

7.       Di dalam surat Al-Baqarah: 187, Allah menggambarkan antara suami dengan istri itu ibarat pakaian; hunna libasun lakum wa antum libasun lahunn. Fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat badan. Maka, suami maupun istri harus menutupi kekurangan masing-masing dan tidak menyebar-nyebarkannya.

8.       Bila seseorang ingin dalam berumahtangga mendapatkan sakinah, mawaddah wa rahmah, maka dia harus melandaskan rasa cinta kepada pasangannya hanya karena Allah. Kalau tidak dilandaskan karena Allah, seseorang pasti akan kecewa dan menyesal, cepat atau lambat. Oleh karena itu, bagi yang belum menikah, belajarlah untuk mengikhlaskan niat. Nikah itu hanya karena Allah saja. Untuk menyempurnakan agama, meraih keridhaan Allah bersama-sama, dan melahirkan generasi yang dapat meninggikan kalimat Allah. Jangan menikah hanya karena memandang kebagusan fisik, atau melihat dia anak siapa atau apapun yang tidak syar’i. Pandanglah din-nya (agamanya) dan akhlaknya, sebab itu lebih cenderung kepada keikhlasan dalam menikah.

9.       Kata  بِالْمَعْرُوفِ  (dengan kebaikan) di sini dalam segala bentuk, yaitu perilaku, ucapan, perasaan dll. Artinya suami dituntut untuk memperlakukan istrinya dengan sebaik mungkin dalam segala hal. Karena Wanita kebanyakan menggunakan perasaannya. Tidak seperti laki-laki yang sering menggunakan logikanya. Bila sedang berseteru dengan perempuan, jangan sekali-kali menggunakan akal atau logika. Tapi bidiklah perasaannya, niscaya dia pasti akan melunak. Karena itu, suami harus punya dada yang lapang dalam menghadapai istri. Semarah apapun kita, jangan sampai mendekati kata-kata talak untuk istri. Ingatlah bahwa talak itu jalan yang halal tetapi paling dibenci oleh Allah. Kecuali dalam kondisi yang tidak mungkin ada jalan lain kacuali dengan bercerai. Sebisa mungkin bila terjadi perselisihan, carilah solusi dengan baik dan tanpa tergesa-gesa. Sebab ketergesaan itu menyebabkan penyesalan di akhir kejadian. Bila kemarahan sedang memuncak, hendaklah diam saja. Api jangan dibalas dengan api. Tetapi siramlah api dengan air, niscaya api itu akan mereda.

10.   Apabila seorang suami menuntut istrinya untuk menjadi cantik, maka suami juga harus konsekwen dengan perintahnya itu. Jangan hanya menuntut saja. Untuk mempercantik diri, tentu butuh kepada washilahnya. Misal: uang dll. Dan juga, bila suami ingin istrinya tampil cantik di matanya, maka seharusnya dirinya juga harus tampan di mata istrinya. Seperti Ibnu ‘Abbas yang selalu tampil bagus dan rapi, ketika ditanya mengapa, dia menjawab, “Aku berbuat seperti ini untuk istriku, karena dia berhak melihatku tampan.” Sehingga, seorang suami jangan hanya selalu menuntut istri untuk memenuhi segala kebutuhannya. Suami juga harus melihat kepada dirinya; apakah dirinya juga sudah memenuhi hak dan kebutuhan istri.

11.   Salah bila ada orang yang menganggap bahwa istri hanya butuh kepada uang. Berapa pun uang yang diberikan, apabila dia kosong kasih sayang dari suaminya, tak pernah mendapat perhatian dari suami, dia tidak akan merasa bahagia. Kebahagiaan tidak bisa diukur hanya dengan materi. Benar, materi itu penting. Tetapi juga harus diimbangi dengan kasih sayang batin.

12.   Bila kita menginginkan istri yang shalihah, hendaknya kita pun berusaha untuk menjadi pribadi yang shalih. Karena Allah telah menegaskan: ath-thayyibatu lith thayyibin wath thayyibuna lith thayyibat. (perempuan yang baik itu untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik itu untuk perempuan yang baik) (Qs: An-Nuur:26).

13.   Kita sangat perlu untuk membaca siroh Rasulullah, karena di dalam siroh ada gambaran nyata tentang kehidupan Rasulullah bersama keluarga dan para sahabatnya sehingga kita lebih mudah untuk mencontohnya. Dalam bahasan ini, khususnya adalah perilaku dan sikap Rasulullah kepada istri-istri beliau. Beliau adalah sosok suami terideal yang pernah ada. Maka, umat beliau yang ingin menjadi suami ideal hendaknya mencontoh beliau dalam kehidupan berumah tangga. Beliau juga pernah bercanda dan tertawa bersama istri. Tidak semata-mata selalu serius dan melarang atau menuntut ini dan itu. Beliau juga meluangkan waktu untuk istrinya, seperti saat Rasulullah menyempatkan diri untuk lomba lari dengan ‘Aisyah, berjalan berdua dengan Shafiyah, dll.

14.   فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ  (maka jika kalian membenci mereka). Kebencian ini bisa muncul karena dua hal, yaitu: 

Pertama, dari diri istri itu sendiri. Misalkan istri tidak pandai mengatur dapur keluarga, kurang lembut dengan suami, agak sulit diajak kompromi dll. Prilaku semacam inilah yang membuat suami tidak betah bersama istri. Suami menjadi tidak simpatik lagi dengan Istri.

Kedua, dari diri suami yang ada ketertarikan dengan perempuan lain. Istri dimata suami adanya penuh dengan kekurangan, sehingga ia merasa tidak tertarik lagi. Dalam kondisi semacam ini,  Allah ingatkan bahwa bila kalian ketika sedang benci kepada istri kalian apapun sebabnya, bisa saja Allah menjadikan di balik kebencian itu ada banyak kebaikan yang dapat dipetik. Jangan hanya melihat sisi negatif seseorang. Kalau kita hanya melihat sisi negatif seseorang, kita akan selamanya mengecap dia buruk dan menafikan kebaikan yang ada padanya. Padahal Allah itu menciptakan makhluk-Nya pasti dilengkapi dengan kekurangan dan kelebihan.

Karenanya proses ta’arruf (kenalan secara syar’i) antara calon suami dan istri, tidak hanya dilakukan sebelum menikah saja. Tetapi juga setelah menikah sampai selamanya. Sebab, semakin lama seseorang bersama pasangannya, maka semakin akan dia temui sesuatu yang baru yang dihadirkan oleh pasangan. Entah itu kelebihan atau kekurangannya. Harus diingat, bila seseorang telah menikah, maka dia tidak hanya menikah dengan sesuatu yang menarik dari diri pasangannya. Dia juga menikah dengan keburukan dan fatak yang ada dalam dirinya. Maka ia harus menerima satu paket itu; kelebihan dan kekurangan. Karena, mustahil ada orang yang sempurna dan tidak memiliki aib. Di dalam shahih Muslim disebutkan:
عن أبى هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ "

15.   Artinya:Dari Abu Hurairah Rasulullah saw. bersabda: seorang suami mukmin tidak boleh membenci istri mukminah, sebab apabila dia membenci satu akhlak dari istrinya tersebut maka dia pasti ridha dengan akhlaknya yang lain (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. mengajari kita untuk bersikap obyektif dan tidak hanya melihat kekurangan orang lain saja. Tetapi juga kelebihannya. Oleh karena itu nasehat dan saling menghargai adalah jalan terbaik untuk mengembalikan bahtera kehidupan. Ingat, wanita itu digambarkan oleh Rasulullah bahwa mereka dibuat dari tulang rusuk lelaki yang paling atas. Kalau dibiarkan maka akan tetap bengkok, namun apabila diperbaiki dengan paksa, maka tulang itu akan pecah. Jalan yang terbaik adalah tetap sabar dan lembut dalam menasehati. Namun apabila suami melihat istrinya berbuat kemungkaran secara jelas dan nyata, maka suami harus tegas dalam menasehati.  

16.   Karenanya, jangan sampai kita rajin ngaji dan banyak ilmu tetapi rumah tangga kita seperti neraka. Seharusnya rumah menjadi tempat ternyaman bagi keluarga. Di mana setelah suami kerja di luar rumah seharian, capek dan penat, istri mengurus rumah dan anak, juga sangat capek, saat mereka bertemu seharusnya rumah bisa menjadi pelepas kepenatan. Ilmu yang kita pelajari hendaknya kita tujukan pertama kali untuk keluarga. Sehingga keluarga kita akan menjadi keluarga yang baik menurut Allah. Bila keluarga sudah tertata dengan baik, maka kelak akan muncul masyarakat dan bangsa yang baik pula. Dan sesungguhnya Tidak ada yang bisa selamat dari godaan syetan kecuali orang-orang yang benar-benar diselamatkan oleh Allah. maka kita harus senantiasa berdoa dan memohon perlindungan kepada-Nya dari menzhalimi orang lain terlebih pasangan atau keluarga kita sendiri.

http://mkitasolo.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194