Cinta Allah dan Rasul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


MAJLIS KAJIAN INTERAKTIF TAFSIR AL-QUR`AN
(M-KITA) SURAKARTA

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31)
 قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (32) آل عمران

Allah berkalam, “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Para pembaca yang budiman di manapun berada,
Ayat yang baru kita baca tadi, terdapat dalam al-Qur`an juz ke 3, tepatnya pada surat Ali Imran ayat ke 32. Ayat tersebut menegaskan tentang pentingnya kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan sesungguhnya kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah di atas segala-galanya. Karena kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya adalah salah satu landasan keimanan yang sangat mendasar. Bahkan menjadi salah satu ciri orang-orang yang telah merasakan manisnya keimanan. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sabdakan:
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:((ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ: مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا). (رواه البخاري ومسلم وهذا لفظ مسلم).
Dari Anas ra, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam . bersabda, “Tiga perkara jika kalian memilikinya, maka akan didapati manisnya iman. (Pertama) orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya. (HR Bukhar Muslim dengan redaksi Muslim)

Manisnya iman, menurut para ulama adalah mersakan lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai ridha Allah dan Rasul-Nya, lebih mengutamakan ridha-Nya dari pada kesenangan dunia. Ibnu Rajab berkata dalam kitab Fathul Bari 1/51: “Maka apabila sebilah hati telah mendapatkan manisnya iman, maka ia akan sensitif merasakan pahitnya kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan, karena itulah Nabi Yusuf AS berkata : “Ya Rabb! Penjara lebih aku sukai daripada apa yang mereka serukan kepadaku” (QS. Yusuf : 33).
Para pembaca Rahimahullah,
Di antara bentuk nyata kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya adalah dengan mengikuti apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam  melalui sunnah-sunnahnya. Sa`id bin Jubair berkata, “Sebuah perkataan tidak akan diterima kecuali dibuktikan dengan perbuatan. Ucapan dan perbuatan tidak akan diterima kecuali dengan niat. Dan niat tidak akan diterima kecuali sesuai dengan sunnah Rasulullah” (I`tiqod Ahlussunnah:1/57). Ittiba-‘ur Rasul atau mengikuti sunah Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. menjadi penentu diterimanya sebuah ibadah karena semua ibadah sifatnya adalah tauqifi, artinya berdasarkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Bukan atas dasar akal atau perbuatan kebanyakan orang. Bukan pula dengan mengikuti semangat yang menggebu semata atau karena kagum dengan figur tokoh tertentu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Dan barang siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim).

Amalan tersebut tertolak karena dianggap bid`ah. Bid'ah dalam terminologi syara` adalah setiap ibadah yang diada-adakan oleh manusia tapi tidak ada asal usulnya, baik dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Bisa dengan mengurangi atau menambah dari apa yang telah menjadi ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Imam Sufyan Ats-Tsaury  berkata: “Perbuatan bid’ah itu lebih disukai iblis dari pada perbuatan maksiat, karena orang yang melakukan maksiat akan bertaubat dari kemaksiatannya sementara orang yang melakukan bid’ah tidak akan bertaubat dari kebid’ahannya.” (Syarh Ushulil I’tiqad, Al-Lalika’iy, 1/132, Syarh al-Sunnah, 1/216).
Kenapa demikian? karena pelakunya merasa tidak bersalah, maka otomatis ia merasa tidak perlu untuk bertaubat darinya. Bagaimana merasa bersalah?! Dia merasa punya dalil. Walaupun dalilnya lemah bahkan tidak bisa dijadikan hujjah.  Oleh karena itu, semua jenis bid’ah dalam ibadah adalah merupakan kesesatan, meskipun menurut pandangan kebanyakan orang adalah baik. Dalam hal ini Abdullah bin Umar berkata: “Setiap bid’ah itu adalah sesat, sekalipun orang-orang memandangnya hal itu tampaknya baik.” (Al-Madkhal ila al-Sunan Al-Kubra, Imam Al-Baihaqi, 1/180).

Dengan demikian, tidak ada cara lain kalau diri kita mengklaim mencintai Allah dan Rasul-Nya, kecuali dengan tunduk, pasrah dan menjadikan petunjuknya sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ibadah kita tidak sia-sia karena menyelisihi dari apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada umatnya.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، وهدانا وإياكم إلى صراط مستقيم، ونفعني وإياكم بالآيات والذكر الحكيم.
Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Kata kunci:
-Kedudukan Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
-Kecintaan Butuh bukti
-Cinta adalah ketaatan dan ketundukan.
http://mkitasolo.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194