Fiqh dan Korelasi Surat Al-Ikhlas

Dr. KH. Moh. Abdul Kholiq Hasan Lc.MA.M.Ed

 

-  Fiqh Surat al-Ikhlas

1-      Menurut Sayyid Qutub dalam Tafsirnya Fii Dzilalil Quran, bahwa dalam ayat pertama dari surat al-Ihlas melahirkan beberapa manhaj kehidupan yang sangat penting, diantara adalah:

a-      Manhaj untuk beribadah hanya kepada Allah saja, yang tidak ada hakekat dari suatu wujud kecuali wujud-Nya dan tidak ada suatu pengaruh bagi suatu kehendak kecuali kehendak-Nya.

b-      Manhaj untuk hanya menuju kepada Allah dalam berharap dan takut, dalam kesenangan dan kesulitan, kebahagiaan dan penderitaan.

c-      Manhaj untuk menerima apapun hanya dari Allah. Dalam akidah, pandangan hidup, akhlak, syriah, undang-undang, peraturan adab dan tradiri. Penerimaan tersebut tidak akan terjadi melainkan dari Wujud Yang Satu dan Hakekat yang satu dalam kenyataan dan dalam hati. 

d-      Manhaj untuk bergerak dan beramal hanya kerana Allah semata.

e-      Manhaj yang menghubungkan hati manusia dengan segala yang ada, dengan penuh kecintaan, kasih sayang, lemah lembut, dan saling pengertian. Bukan ikatan yang penuh kebencian, permusuhan atau saling menhindar. Karena semua bersumber dari tangan Allah, semua wujud berasal dari wujud-Nya.[1]

2-      Masih menurut Sayyid Qutub, surat ini menetapkan dan memantapkan akidah Tauhid Islam, sebagaimana Surah Al-Kafirun meniadakan bentuk keserupaan dan pertemuan manapun antara akidah tauhid dan akidah kemusyrikan. Dan Rasulullah saw, biasa membuka hari barunya dengan malakukan shalat sunah fajar (qobliyyah subuh) dengan membaca kedua surat tersebut. Tentu itu semua memiliki makna dan tujiuan tersendiri. [2]

3-      Menurut Ulama, surah al-Ikhlas ini merupakan hak Allah sebagaiaman surah al-Kautsar adalah hak Rasulullah. Celaan yang disampaikan kepada Rasulullah karena mereka mangatakan bahwa beliu tidak punya anak, sedang celaan yang lontarkan kepada Allah karena mereka menjadikan Allah memiliki anak. Tentu apabila manusia ketika tidak memiliki keturunan adalah cacat sebagaimana menjadi cacat apabila Tuhan memiliki anak. Maka surat al-Ikhlas ini dimulai dengan kata “Qul- Katakanlah” agar Rasulullah menolak celaan tersebut dari Allah. Sedangkan dalam surah al-Kautsar tidak dimulai dengan kata “Qul- Katakanlah” , melainkan langsung, agar Rasulullah sendiri yang menolah celaan tersebut. [3]

 

-  Korelasi Antar Surah

1-   Kolerasi atau hubungan antara surat surat al-Ihlas dengan al-Fatihah sangatlah jelas. Dimana kedua-duanya menegaskan ketuhan Allah dan ketauhidannya. Hanya Allah yang berhak di puji dan disembah, kerena Allah memiliki sifat-safat yang sempurna seperti ar-Rahman, ar-Rahiim, al-Maalik, Ahad, as-Shaomad dan tidak ada apapun yang menyamai atau menyerupainya.

2-   Di akhir surah al-Fatihah diterang golangan yang dimurkai Allah dan golongan sesat. Maka dalam surat al-Ihlas ini Allah terangkan penyebab kemurkaan dan kesesatan tersebut, karena mereka menjadikan Allah memiliki anak dan menyekutukan Allah dengan lainnya. Surah al-Ihlas sebagai jawaban atas kesesatan tersebut.

3-   Sedangkan korelasi antara surah al-Ihlas dengan al-Falaq, diantaranya adalah bahwa dalam surah al-Ikhlas diterangkan bahwa Allah adalah Rabb yang Esa dan tempat tumpuan semua harapan, maka dalam surah al-Falaq dijelaskan bagaimana caranya seorang hamba mendapatkan harapannya untuk selamat.

4-   Disamping itu antara surah al-Ikhlas dan al-`Alaq serta an-Naas adalah satu rangkaian sebagai surah yang melindungi pembacanya atas izin Allah. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Uqbah bin ‘Amir al Juhani, beliau berkata “Tatkala aku menuntun kendaraan Rasulullah dalam sebuah peperangan, tiba-tiba beliau berkata: “Wahai Uqbah, katakan!”, aku pun mendengarkan, kemudian beliau berkata (lagi): “Wahai Uqbah, katakan!”, aku pun mendengarkan. Dan beliau mengatakannya sampai tiga kali, lalu aku berkata: “Apa yang aku katakan?”. Beliau pun bersabda: “Katakan [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ]”, lalu beliau membacanya sampai selesai. Kemudian beliau membaca [قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الفَلَقِ], aku pun membacanya bersamanya hingga selesai. Kemudian beliau membaca [قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ], aku pun membacanya bersamanya hingga selesai. Kemudian beliau bersabda: “Tidak ada seorang pun yang berlindung (dari segala keburukan) seperti orang orang yang berlindung dengannya (tiga surat tersebut)”(HR. an-Nasa-i).  



[1] - Tafsir Fii Dhilalil Qur`an, Sayyid Qutub, Terjemah: As`ad yasin dan Abdul Aziz Salim, h. 12/376.

[2] - Fii Dhilalil Qur`an, Sayyid Qutub, Maktabah Syamilah, h. 8/130.

[3] - At- Tafsir al-Munir, Wahbah az-Zuhaili, h. 15/871.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194