Fiqh dan Korelasi Surat Al-Ikhlas
- Fiqh Surat al-Ikhlas
1- Menurut
Sayyid Qutub dalam Tafsirnya Fii Dzilalil Quran, bahwa dalam ayat
pertama dari surat al-Ihlas melahirkan beberapa manhaj kehidupan yang sangat
penting, diantara adalah:
a- Manhaj untuk beribadah
hanya kepada Allah saja, yang tidak ada hakekat dari suatu wujud kecuali
wujud-Nya dan tidak ada suatu pengaruh bagi suatu kehendak kecuali
kehendak-Nya.
b- Manhaj untuk hanya menuju kepada Allah
dalam berharap dan takut, dalam kesenangan dan kesulitan, kebahagiaan dan
penderitaan.
c- Manhaj untuk menerima apapun hanya dari Allah.
Dalam akidah, pandangan hidup, akhlak, syriah, undang-undang, peraturan adab
dan tradiri. Penerimaan tersebut tidak akan terjadi melainkan dari Wujud Yang
Satu dan Hakekat yang satu dalam kenyataan dan dalam hati.
d- Manhaj untuk bergerak dan beramal
hanya kerana Allah semata.
e- Manhaj yang menghubungkan hati manusia dengan segala
yang ada, dengan penuh kecintaan, kasih sayang, lemah lembut,
dan saling pengertian. Bukan ikatan yang penuh kebencian, permusuhan atau
saling menhindar. Karena semua bersumber dari tangan Allah, semua wujud berasal
dari wujud-Nya.[1]
2- Masih
menurut Sayyid Qutub, surat ini menetapkan dan memantapkan akidah Tauhid Islam,
sebagaimana Surah Al-Kafirun meniadakan bentuk keserupaan dan pertemuan manapun
antara akidah tauhid dan akidah kemusyrikan. Dan Rasulullah saw, biasa membuka
hari barunya dengan malakukan shalat sunah fajar (qobliyyah subuh) dengan
membaca kedua surat tersebut. Tentu itu semua memiliki makna dan tujiuan
tersendiri. [2]
3-
Menurut Ulama,
surah al-Ikhlas ini merupakan hak Allah sebagaiaman surah al-Kautsar adalah hak
Rasulullah. Celaan yang disampaikan kepada Rasulullah karena mereka mangatakan
bahwa beliu tidak punya anak, sedang celaan yang lontarkan kepada Allah karena
mereka menjadikan Allah memiliki anak. Tentu apabila manusia ketika tidak
memiliki keturunan adalah cacat sebagaimana menjadi cacat apabila Tuhan memiliki
anak. Maka surat al-Ikhlas ini dimulai dengan kata “Qul- Katakanlah”
agar Rasulullah menolak celaan tersebut dari Allah. Sedangkan dalam surah al-Kautsar
tidak dimulai dengan kata “Qul- Katakanlah” , melainkan langsung, agar
Rasulullah sendiri yang menolah celaan tersebut. [3]
- Korelasi Antar Surah
1- Kolerasi
atau hubungan antara surat surat al-Ihlas dengan al-Fatihah sangatlah jelas.
Dimana kedua-duanya menegaskan ketuhan Allah dan ketauhidannya. Hanya Allah
yang berhak di puji dan disembah, kerena Allah memiliki sifat-safat yang
sempurna seperti ar-Rahman, ar-Rahiim, al-Maalik, Ahad, as-Shaomad dan tidak
ada apapun yang menyamai atau menyerupainya.
2- Di
akhir surah al-Fatihah diterang golangan yang dimurkai Allah dan golongan
sesat. Maka dalam surat al-Ihlas ini Allah terangkan penyebab kemurkaan dan
kesesatan tersebut, karena mereka menjadikan Allah memiliki anak dan
menyekutukan Allah dengan lainnya. Surah al-Ihlas sebagai jawaban atas
kesesatan tersebut.
3- Sedangkan
korelasi antara surah al-Ihlas dengan al-Falaq, diantaranya adalah bahwa dalam
surah al-Ikhlas diterangkan bahwa Allah adalah Rabb yang Esa dan tempat tumpuan
semua harapan, maka dalam surah al-Falaq dijelaskan bagaimana caranya seorang
hamba mendapatkan harapannya untuk selamat.
4- Disamping
itu antara surah al-Ikhlas dan al-`Alaq serta an-Naas adalah satu rangkaian sebagai
surah yang melindungi pembacanya atas izin Allah. dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Uqbah bin ‘Amir al Juhani, beliau berkata “Tatkala aku
menuntun kendaraan Rasulullah dalam sebuah peperangan, tiba-tiba beliau
berkata: “Wahai Uqbah, katakan!”, aku pun mendengarkan, kemudian beliau berkata
(lagi): “Wahai Uqbah, katakan!”, aku pun mendengarkan. Dan beliau mengatakannya
sampai tiga kali, lalu aku berkata: “Apa yang aku katakan?”. Beliau pun
bersabda: “Katakan [قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ]”,
lalu beliau membacanya sampai selesai. Kemudian beliau membaca [قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الفَلَقِ], aku pun membacanya
bersamanya hingga selesai. Kemudian beliau membaca [قُلْ
أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ], aku pun membacanya bersamanya hingga
selesai. Kemudian beliau bersabda: “Tidak ada seorang pun yang berlindung (dari
segala keburukan) seperti orang orang yang berlindung dengannya (tiga surat
tersebut)”(HR. an-Nasa-i).
[1] - Tafsir Fii Dhilalil Qur`an,
Sayyid Qutub, Terjemah: As`ad yasin dan Abdul Aziz Salim, h. 12/376.
[2] - Fii Dhilalil Qur`an,
Sayyid Qutub, Maktabah Syamilah, h. 8/130.
[3] - At- Tafsir al-Munir,
Wahbah az-Zuhaili, h. 15/871.
Komentar
Posting Komentar