Pengantar Ilmu Tafsir

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 

METODE PENAFSIRAN AL-QURAN
( Pengenalan Dasar Penafsiran al-Qur`an )

Oleh: Dr. Moh Abdul Kholiq Hasan, M.A, M.Ed.

Pendahuluan
Mukjizat para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw bersifat material, temporer dan hanya untuk bangsa tertentu. Seperti tongkat nabi Musa yang bisa membelah laut dan berubah jadi ular, nabi Isa as bisa menghidupkan orang mati dengan izin Allah, nabi Sulaiman dengan kemegahan kerajaannya dan nabi Shaleh as dengan untanya.
Berbeda dengan al-Quran, ia merupakan mukjizat terbesar umat Islam yang bersifat imaterial, abadi dan universal. Keberadaannya hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang memilki daya nalar tinggi, sebagiaman dikatakan al-Qur`an “ Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).( QS; al-Baqorah 269)
Al-Qur`an merupakan satu-satunya kitab di muka bumi ini yang mendapatkan  perhatian dari semua lapisan masyarakat, baik dari kalangan ulama Islam sendiri, atau non muslim. Sejak diturunkannya, ia selalu memberikan cahaya kebenaran bagi yang mencarinya, meredamkan kegelisahan dan memberikan ketenangan bagi pemegangnya. Kebesaran dan keagungan ini, tentu akan sulit kita dapatkan, kecuali melalui pemahaman dan penafsiran yang benar atas kandungan isi al-Qur`an.

Fungsi al-Qur`an
Kehidupan di bawah naungan al-Qur’an, merupakan kehidupan yang penuh pesona dan berkah. Konsep kehidupan yang ditawarkan al-Qur’an begitu lengkap dan universal. Beberapa generasi yang pernah hidup dibawah naungan al-Qur’an, kehidupan mereka penuh dengan keberkahan dan kedamain.
Fungsi utama diturunkannya al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi umat manusia. Allah berfirman: “ Kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa ” (QS. al-Baqoroh:2). Di dalam ayat lain Allah mengatakan     “ .... al –Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda ( antara kebenaran dan kebatilan)”  (QS. al-Baqoroh 185).
Syaikh Sya`rawi -seorang pakar tafsir kontemporer di Mesir- menggambarkan al-Quran sebagai petunjuk bagi kehidupan, seperti sebuah katalog alat elektronik. Seseorang apabila ingin menggunakan alat tersebut tentu harus mengikuti petunjuk yang ada pada katalog tersebut. Begitu juga semua kehidupan yang ada di dunia ini, semuanya adalah ciptaan Allah SWT, Allah lebih tahu tentang ciptaan-Nya, oleh karena itu untuk mengatur kehidupan di dunia ini terutama kehidupan manusia, Allah telah menurunkan al-Quran.

Perbedaan antara Tafsir dan Ta`wil
Tafsir menurut bahasa di ambil dari kata al-fasr yang berarti penjelasan dan keterangan. Adapun menurut istilah adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan al-Qur'an, baik dari segi nuzul, sanad, penyampaian, lafadz, dan makna-makna yang berkaitan dengan lafadz dan hukum-hukumnya. Atau dengan kata lain, tafsir adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui atau memahami maksud firman – firman Allah yang terdapat dalam al-Quran, dengan sebatas kemampuan manusia.
            Adapun ta`wil secara bahasa diambil dari kata awwala yang artinya kembali kepada yang asli. Secara istilah adalah memalingkan suatu kata dari arti sebenarnya (ar-rajih kepada arti yang jauh (al-marjuh) karena ada alasan tertentu.

Tafsir dan macamnya
Kandungan isi al-Quran, sebagian telah jelas dan terperinci, sebagian lainnya berbentuk global, masih membutuhkan penjelasan dan perincian. Yang masih global ini, ada yang diperinci oleh hadits, dan adapula yang diserahkan kepada kaum muslimin sendiri untuk merincinya seperti dalam soal kenegaraan.
Di samping itu, Islam membuka pintu bagi ulama untuk berijtihad dalam masalah-masalah yang belum diterangkan oleh al-Qur`an maupun al-Hadist secara tegas (Qot’i`). Pintu ijtihad ini memberikan kesempatan bagi ulama untuk memberikan keterangan atau komentar tentang hal yang tidak disebut atau masih umum atau belum terperinci disebutkan oleh al-Qur`an.
Tafsir al-Quran secara umum bisa dibagi menjadi dua, yaitu:
1-Dipandang dari segi sumbernya tafsir terbagi menjadi dua;
a). Tafsir bil ma'tsur, yaitu: tafsir yang bersumber dari al-Quran, hadist Nabi, perkataan Shahabat atau Tabiin.
b).Tafsir bi al-ra'yi ijtihad, yaitu: semua tafsir yang bersumberkan atau berlandaskan pada ijtihad akal manusia. Dan ini secara umum dibagi dua; mamduh (terpuji) dan madzmum (tercela).
2- Dilihat dari segi cara para mufassir dalam menafsirkan ada empat; a). Tafsir al-Tahlili. b). Tafsir Ijmali. c).Tafsir al-Maudlu'i. d). Tafsir al-Muqarin.

Syarat- Syarat Menafsirkan al-Qur`an
Karena al-Quran merupakan kalamullah, kitab suci bagi umat Islam yang diturunkan dengan bahasa yang sangat sempurna, maka sudah tentu untuk menjaga keotentikan penafsiran ayat-ayat al-Quran dibutuhkan aturan main tersendiri. Di bawah ini ada beberapa syarat dan etika bagi seseoarang yang ingin menjadikan dirinya sebagai seorang ahli tafsir, di antara syarat tersebut adalah:
1- Aqidahnya benar.
2- Ikhlas, tidak mengikuti hawa nafsunya.
3- Memulai menafsirkan sebuah ayat dengan merujuk ke al-Quran, kemudian as-Sunnah. Apabila tidak ditemui, melihat pendapat shahabat, kemudian tabi`in selama periwayatannya dapat dipertanggung jawabkan.
4- Menguasai ilmu Bahasa Arab dan cabang-cabangnya.
5- Mengetahui ilmu-ilmu al-Quran.
6- Pemahaman yang cermat serta berhati-hati.
7- Berkelakuan baik.
8- Mengamalkan ilmunya.
9- Tawadhu` dan tidak sombong.
10-  Mencari kebenaran dan tidak mengedepankan suatu pendapat yang lemah.

Sejarah Perkembangan Tafsiran al-Qur`an
Al-Qur'an diturunkan dalam Bahasa Arab yang jelas dan masa-masa keemasan bahasa bangsa arab, sehingga mereka mampu memahaminya secara natural dan mudah tanpa memenuhi kesulitan kecuali dalam beberapa hal. Penjelasan Rasulullah saw. kepada para sahabatnya hanya menyangkut hal-hal yang sulit bagi mereka, terutama yang berkenaan dengan syariat Islam.
Masa hidup Rasulullah saw. kebutuhan terhadap tafsir al-Quran, belum begitu dirasakan, sebab apabila para shahabat mendapatkan kesulitan terhadap suatu ayat, mereka langsung menanyakan kepada Rasulullah saw. Namun setelah Rasulullah saw. meninggal dunia dan semakin bertambah luasnya kekuasaan Islam, yang mengakibatkan banyaknya orang yang masuk agama Islam, serta munculnya berbagai permasalahan baru yang tidak ada di zaman Rasulullah saw., semua permasalahan ini akan dapat dipecahnkan dengan menafsirkan al-Quran, maka tanpillah para shahabat dan tabi`in untuk menafsirkan ayat al-Quran yang masih bersifat global, dengan memperhatikan batas-batas lapangan ijtihad. Di antara ahli tafsir dari kalangan shahabat yang termasyhur adalah Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas
Begitulah perkembangan tafsir al-Quran pada setiap generasi sesuai kebutuhan kondisi masyarakat yang ada. Setiap generasi menghasilkan tafsir-tafsir al-Quran yang sesuai dengan kebutuhan dan keperluan kondisi dengan tanpa menyimpang dari ketentuan agama itu sendiri.
Berbarengan dengan perkembangan tafsir al-Quran, ilmu tafsir juga mulai bergeser, dari sebelumnya yang bergabung dengan ilmu hadits, menjadi berdiri sendiri sebagai salah satu disiplin ilmu.

Pembukuan Tafsir al-Quran.

Pembukuan tafsir al-Quran bersamaan dengan ilmu-ilmu keIslaman lainnya melalui beberapa fase sebagai berikut:

A -Fase Pembukuan Al-Atsar Al-Musannadah.
Pada fase ini dikumpulkanlah al-atsar al-musannadah ( riwayat yang bersanad) -baik yang marfu' maupun lainnya- dan dibukukanlah atsar tafsir karena dia termasuk hadits nabi, riwayat shahabat dan tabi'in. Pada fase ini terkenal dengan karya masanid, seperti musnad Syu'bah bin al-Hajjaj, musnad Waki' bin al-Jarrah, musnad Sufyan bin Uyainah.

B-Fase Pembukuan Atsar Tafsir Secara Terpisah.
Pembukuan tafsir secara mustaqil (mandiri), dengan dikumpulkannya riwayat-riwayat yang hanya berhubungan dengan tafsir, sesuai dengan urutan mushaf dan beserta sanadnya, baik itu marfu' (sampai kepada nabi) maupun mauquf (berhenti pada shahabat) ataupun terputus pada tabi'in. Pada riwayat ini tidak disyaratkan keshahihan riwayatnya, seperti tafsir al-Suda dan Muqatil bin Sulaiman.

C-Fase Berbaurnya Riwayat Tafsir Yang Bersandar Dengan Unsur Lain
Yaitu di mana fase pembukuan riwayat-riwayat yang hanya berhubungan dengan tafsir, sudah mulai berbaur dengan unsur-unsur lain, seperti penyebutan i'rab, pengarahan sebuah pendapat dan pemilihan atas sebuah riwayat. Sebagai contoh fase ini adalah tafsir imam Thabari Jamiul Bayan fi Tafsiril Quran.

D-Fase Pembukuan Riwayat Yang Dibuang Sanadnya.
Pada fase ini para mufassir mempermudah dalam pembukuan tafsir, dengan membuang sanad-sanad riwayat dan langsung menyandarkan riwayat tersebut kepada perawi awal. Pada fase ini bercampurlah antara riwayat yang shahih dengan bathil, sulit dibedakan antara satu riwayat dengan lainnya, mulai masuknya penafsiran yang hanya berdasarkan pemikiran belaka, dan masuknya israiliyat -cerita yang di riwayatkan oleh ahli kitab- serta pendapat yang ganjil pada tafsir al-Qur`an. Sebagai contoh fase ini adalah tafsir Ad-dur Mantsur karya imam Suyuti.

E-Fase Tafsir bi al-ra'yi.
Dalam fase ini para mufassir menitikberatkan pada analisa  nalar dalam penafsiran, baik analisa itu bisa dibenarkan, atau terpengaruh dengan kecondongan dan spesialisasi ilmiah para mufassir. Maka seorang ahli bahasa misalnya, menjadikan tafsirannya sebagai lahan bahasa dan i'rab, begitu juga ahli fiqh dan begitu seterusnya. Sebagai contoh fase ini adalah  tafsir al-Bahru al-Muhith karya ibnu Hayyan, Ahkam al-Qur'an karya Imam Jasshash, tafsir Mafatihul Ghaib karya Fahr al-Razi. Pada masa inilah munculnya berbagai tafsir yang berdasarkan atas pola pikir suatu kelompok dan golongan tertentu seperti tafsir Syi'ah, Mu'tazilah, Shufi.

Beberapa Karya Tafsir

1-     Tafsir Jalalain
Tafsir ini dikarang oleh dua ulama besar dari Mesir, yaitu Jalaluddin al-Muhalla dan Jalaluddin al-Suyuti. Al-Muhalla memulai tafsirnya dari awal surat al-Kahfi samapai surat an-Nas dan dilanjutkan surat al-Fatihah. Karena keburu meninggal dunia, maka Imam Suyuti melanjutkan penafsiran tersebut mulai dari awal surat Baqarah samapai akhir surat al-Isra.
Metode penafsiran tafsir Jalalain berlandas pada pemberian pemahaman terhadap firman Allah, arti kosa kata, memilih pendapat yang lebih kuat, mejelaskan i`rab kalimat ketika dibutuhkan, memberi keterangan beberapa qiraat yang ada dengan lugas dan ringkas, serta tidak memperluas pendapat-pendapat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tafsir ini sangat terkenal di kalangan ulama, banyak kitab pensyarah tafsir ini yang ditulis. Selain itu, tafsir ini telah mengalami beberapa kali pengulangan cetak. Tafsir ini termasuk kelompok tafsir bir- ra`yi yang diperbolehkan.

   
2-     Tafsir al-Qur`anul Adhim  
Tafsir ini dikarang oleh Ibnu Katsir, nama lengkapnya adalah Ismail bin Umar al-Qurasyi ibnu Katsir al-Bashari. Ia dilahirkan pada tahun 700 H dan meninggal tahun 774 H di Damuskus Siria, sejak kecilnya sudah terlihat kecerdasannya. Walaupun bermazhab Syafii`, ia termasuk murid militan Imam Ibnu Taimiyah, dan banyak menggunakan pendapat-pendapatnya terutama dalam masalah fiqh. Karangan beliau sangat banyak dan terkenal, diantaranya adalah al-Bidayah wan-Nihayah (sejarah), Jami`ul Masanid, dan tafsir al- Qur`anul ‘Adhim.
Tafsirnya merupakan hasil perpaduan antara dua metode penafsiran yaitu tafsir bil-ma`tsur dan bil-ma`qul. Tafsir ini banyak mendapatkan sambutan yang luar biasa dari kalangan ulama, karena mudah, jelas, tidak berbelit-belit, dan memberi penjelasan terhadap kedudukan sebuah hadist atau riwayat termasuk tentang cerita-cerita bani Israil. Salah-satu keistimewaan tafsir ini, sangat mengutamakan apa yang dikenal dengan tafsir al-Qur`an bil Qur`an. Karya tafsir ini termasuk jenis tafsir bil-ma`tsur.

3-     Tafsir Zhilalul Quran
Nama lengkap pengarang tafsir ini adalah sayyid Qutb bin Ibrahim. Lahir didaerah asyut tahun 1906, dan meninggal di tiang gantungan tahun 1966. Tamatan Darul Ulum universitas Cairo. Sempat bekerja di suara kabar nasional al-Ahram, sampai akhirnya ia menjabat di kementerian pendidikan. Di antara karangannya adalah keadilan masyarakat dalam Islam, Masyahid yaumul Qiyamah, Asywak dll.
Tafsir Zhilalul Quran, beliau karang dan diselesaikan di balik jeruji penjara. Kedalaman beliau dalam memahami al-Quran dan ketinggian keilmuan sastranya, membuat orang yang membaca tafsirnya terbawa hanyut dalam perasan yang dalam ketika memahami isi kandungan al-Qur`an. Tafsir ini akrab menjadi inspirasi berbagai gerakan Islam modern. Karya tafsir ini termasuk jenis tafsir bil- ra`yi al mamduh.

Penutup
            Kita sebagai seorang muslim sudah sewajarnya mampu memahami al-Quran dengan benar. Berbagai karya tafsir dikarang oleh ulama bertujuan untuk mempermudah umat dalam memahami dan mengamalkan isi kandunagn al-Quran.
            Walaupun akal diberi kebebasan dalam usahanya menginterprestasikan al-Quran, namun perlu diakui bahwa secanggih apapun otak kita, tentu ada batasnya. Oleh karena itu kita harus hati-hati dalam memahami ayat-ayat al-Quran, dengan mengetahui mana daerah yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan adanya sebuah penafsiran.  
Wallahu a`lam bishowab.

Daftar Pustaka
1- Al-Qur`An Dan Terjemahanya, Terbitan Kerajaan Saudi Arabia, Tahun 1990.
2- Mabahis Fi Ulumil Quran, Manna` Al-Qotton, Muassah Risalah, 1995.
3-At-Tafsir Wal-Mufassirun Fi Ashril Hadist, Dr Muhammad Sholeh Al-Alusi, Darul Ma`Rifah, 2003.
4- At-Tafsir Wal-Mufassirun, Prof Dr Muhammad Husen Azdahabi, Wahbah, Jilid Satu, 1995.
5- Ushulut Tafsif Wa Qowaiduhu, Kholid Abdurrahman, Dar- Nafais, 1995.
* * *
http://mkitasolo.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 2-3

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 188-191

Tafsir Surat Ali-Imron (3): Ayat 192-194